Saturday, December 27, 2008

Hijrah

HIJRAH : MOMENTUM KEBANGKITAN ISLAM

Oleh : KHOIRURRIJAL, S.Ag, M.A.


Tidak terasa, bulan demi bulan, tahun demi tahun-pun telah berlalu begitu cepatnya. Kaum Muslim kembali memasuki Tahun baru 1430 Hijrah.

Di Tanah Air, dalam beberapa tahun belakangan ini, Tahun Baru Hijrah acapkali diperingati oleh kaum Muslim, menandingi Tahun Baru Masehi yang sudah biasa diperingati secara semarak. Jadilah Tahun Baru Hijrah diisi dengan berbagai kegiatan keislaman yang tak kalah 'semarak'; mulai dari sekadar melakukan 'Malam Muhasabah' hingga menyelenggarakan 'Festival Muharram' yang antara lain diisi dengan nyanyian (nasyid) dan musik islami. Semua itu dilakukan oleh kaum Muslim dalam rangka menumbuhkan kecintaan mereka terhadap penanggalan tahun Islam, yakni Tahun Hijrah.

Definisi Hijrah

Secara literal, kata al-hijrah merupakan isim (kata benda) dari fi’il hajara, yang bermakna dlidd al-washl (lawan dari tetap atau sama). Bila dinyatakan “al-muhajirah min ardl ila ardl” (berhijrah dari satu negeri ke negeri lain); maknanya adalah “tark al-ulaa li al-tsaaniyyah” (meninggalkan negeri pertama menuju ke negeri yang kedua). [Imam al-Raziy, Mukhtaar al-Shihaah, hal. 690; Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 3, hal. 48]

Menurut istilah umum,

al-hijrah bermakna berpindah (al-intiqaal) dari satu tempat atau keadaan ke tempat atau keadaan lain, dan tujuannya adalah meninggalkan yang pertama menuju yang kedua. Adapun konotasi hijrah menurut istilah khusus adalah meninggalkan negeri kufur (daar al-Kufr), lalu berpindah menuju negeri Islam (daar al-Islaam).[Al-Jurjaniy, al-Ta'rifaat, juz 1, hal. 83] Pengertian terakhir ini juga merupakan definisi syar’iy dari kata al-hijrah.

Memaknai Tahun Baru Hijrah


Tahun Hijrah dalam sejarahnya bertitik tolak dari peristiwa Hijrah Nabi Muhammad saw. dari Makkah ke Madinah. Para ulama memahami bahwa Hijrah Nabi saw. itu merupakan satu titik baru pengembangan dakwah menuju kondisi masyarakarat yang lebih baik. Sebab, selama berdakwah di Makkah, Rasulullah saw. banyak mengalami kendala berupa tantangan dan ancaman dari masyarakatnya sendiri, kaum kafir Quraisy. Kondisi buruk itu terus berlangsung selama kurun waktu 13 tahun sejak Nabi Muhammad saw. menerima risalah kerasulan. Pada saat yang sama, di Madinah dakwah Rasul saw. mendapatkan sambutan yang cukup baik. Beliau pun melihat adanya peluang bagi tegaknya kekuasaan Islam di sana. Oleh karena itu, Nabi saw. pun—sesuai perintah Allah—melakukan hijrah; beliau meninggalkan tanah kelahirannya di Makkah menuju Madinah. Di Madinahlah Rasulullah saw. berhasil memantapkan dakwah Islam sekaligus menegakkan kekuasaan Islam dalam institusi Daulah Islamiyah.

Momentum Kebangkitan Islam

Adalah ironis, apabila umat Islam gagal memanfaatkan tahun baru Islam. Ini kerana, keberadaan tahun hijrah mempunyai konotasi kepada perkembangan Islam yang amat signifikan. Ia adalah detik permulaan era baru. Detik hijrahnya nabi ke Madinah yang akhirnya ditandai dengan lahirnya sebuah negara Islam. Kemudian, dari saat itulah Islam terus berkembang sampai saat ini.

Firman Allah s.w.t lewat surah an-Nahl ayat 41 yang bermaksud: “Dan orang-orang yang berhijrah kerena Allah, sesudah mereka dianiaya (ditindas oleh musuh-musuh Islam), Kami akan menempatkan mereka di dunia ini pada tempatnya yang baik,”

Sambutan tahun Hijrah mestilah difahami dari kaca mata yang Islam kehendaki. Bukan hanya dengan dendangan nasyid ataupun pengkisahan peristiwa Hijrah saja, akan tetapi yang lebih utama adalah mengerti maksud dan kehendak hijrah. Itulah roh atau semangat hijrah yang tidak akan padam hingga kini.

Hakikatnya hijrah mengandung arti : pengorbanan, keikhlasan, kekuatan, keyakinan dan keberanian. Hijrah juga mengandung unsur kebijaksanaan, perencanaan dan strategi; namun akhirnya meletakkan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Itulah dinamakan konsep usaha, doa dan tawakal.

Lama sebelum terjadinya hijrah, Nabi Muhammad SAW sudah mengatur strategi dengan penduduk Madinah. Beberapa kali perjanjian telah dibuat, sehinggalah nabi benar-benar meyakini kesanggupan mereka untuk menjadi ‘mitra kerja’ dan ‘pengikut’ yang setia. Kemudian, nabi mengatur kaedah paling baik dalam melaksanakan hijrah, sehingga mengaburkan pihak musuh.

Cuba kita fikirkan, para sahabat telah diminta berhijrah terlebih dahulu sedang nabi masih di rumahnya. Ia menyebabkan musuh-musuh memberikan tumpuan kepada nabi dan sekaligus tidak begitu mengganggu hijrah para sahabat. Kemudian, nabi juga merencanakan beberapa strategi lain. Siapakah yang akan tidur di tempat tidur nabi, siapa yang akan menjadi pemandu dan apakah kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi.

Sejarah mencatat, betapa keterlibatan anak muda seperti Ali bin Abu Talib dan Asma’ binti Abu Bakar, adalah bukti bahwa remaja adalah aset yang mampu menyumbang kepada kebangkitan Islam. Bahkan, keterlibatan seorang lelaki yang bukannya beragama Islam, Abdullah bin Uraiqit sebagai pemandu jalan, juga membuktikan Islam tidaklah memusuhi semua orang-orang bukan Islam. Bahkan mereka yang baik boleh diangkat sebagai kawan.

Begitu juga usaha nabi dan Abu Bakar, yang sengaja mengambil haluan ke arah selatan Mekah dan bukannya arah Utara sebagaimana biasa, kemudian menuju Tihama berdekatan pantai Laut Merah, adalah satu strategi untuk mengelabuhi musuh. Ia mampu menimbulkan perpecahan di kalangan musuh yang bertengkar dengan arah yang diambil oleh nabi. Ia menunjukkan, Islam mementingkan kebijaksanaan dalam rancangan.

Kini, umat Islam tidak perlu meraba-raba dalam mencari arah dan pedoman. Peristiwa hijrah yang berlaku lebih dari 1400 tahun itu, sudah menyediakan contoh kepada kita. Seandainya kita ingin maju, maka mulailah dengan rancangan yang baik. Namun rancangan yang baik, masih perlu didukung dengan pelaksanaan yang baik pula dari semua pihak dan juga harus disertai dengan do’a dan tawakkal kepada Allah SWT.

Umat Islam juga sewajarnya menobatkan Tahun Islam ini sebagai mukaddimah membaharui azam dan cita-cita. Apakah sepanjang tahun lalu sudah terealisasi segala azam dan cita-cita itu ataukah masih banyak bersifat angan-angan kosong belaka. Ini kerena, berkat keazaman dari Rasulullah SAW melaksanakan hijrah, maka kita mendapat kebaikannya hingga kini.

Di samping itu, hijrah juga menunjukkan Islam mampu menyatukan semua umat walaupun berbeda keturunan. Siapakah yang dapat menyangkal, hijrah telah menyatukan kaum Anshar dan Muhajirin:


"Dan
orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia," (al-Anfal: 74)

Jelaslah, hijrah mampu memberikan pedoman buat kita sepanjang zaman. Syaratnya, jika kita mau menggali makna hijrah yang hakiki. Jika tidak, hijrah hanya tinggal catatan sejarah belaka, tanpa memberikan perubahan yang signifikan dalam hidup dan kehidupan kita. Wallahu A’lamu bishowab.

Sunday, December 21, 2008

Hari Ibu

Dalam rangka Memperingati Hari Ibu Ke-80, Yang jatuh pada hari Senin 22 Desember 2008, Kupersembahkan Puisi buat para Ibu-Ibu di manapun mereka berada :

IBUKU

Karya : Khoirurrijal

Oh, Ibuku ... , perjuanganmu tak pernah dapat kulupakan

Pesan dan nasehatmu tak pernah kuabaikan

Dalam menggapai kesuksesan dan kebaikan

Pengorbananmu menakjubkan hatiku

Ketulusanmu mengalir sebening kasihmu

Wahai ibuku yang selalu mengingatkanku

Oh, Ibuku…, Kau begitu berarti

Sungguh sangat berarti

Mendidikku budi pekerti yang penuh arti

Aku menyayangimu

Aku juga mencintaimu

Dalam hidup dan matiku

Oh, Ibuku..., semoga dirimu sehat afiat

Tambah teguh iman dan taat

Kuucapkan wahai ibuku selamat

Di hari ibu ke-80 yang berbarakah

Hari bahagia nan penuh berkah

Hari mulia pembawa berkah

Wednesday, March 19, 2008

Studi Ke Maroko,Yuk?

Studi Ke Maroko, Yuk ?

By : Khoirurrijal

Saya tiba di Maroko setahun yang lalu, tepatnya tanggal 1 Februari 2007. Alhamdulillah, saya diterima di Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sastera Arab, Program Studi Linguistik Terapan, Teknologi Informatika dan Komunikasi pada Universitas Moulay Ismail Meknes. Puji syukur saya panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi atas nikmat yang diberikan kepada saya untuk menimba ilmu di negeri al-maghrib al-‘aqsha (sebutan lain dari Maroko), semoga Allah SWT selalu memberi kemudahan di dalam menimba ilmu di negeri maghrib ini, amin.

Banyak hal menarik yang bisa diambil dari negeri magrib, paling tidak faktor bahasa adalah faktor yang menarik hati saya untuk melanjutkan studi S3 saya ke Maroko, di samping itu juga, tidak bisa dipungkiri akan ilmu kajian keislaman, filsafat, tasawuf, sejarah, sastera, hukum, ekonomi, pendidikan, kedokteran, fisika, biologi, matematika, sosiologi, keimigrasian, teknik sipil, dan ilmu-ilmu urgen lainnya.

Mahasiswa Indonesia pada umumnya studi di berbagai disiplin keilmuan yang tersebar di berbagai Universitas Maroko, seperti Universitas Moulay Ismail Meknes, Universitas Mohammad V Rabat, Darul Hadis Hasaniyah Rabat, Universitas Ibnu Thufail Kenitra, Universitas Qarrawiyyin Tetouan, Universitas Cadi Ayyadh Marrakech, Universitas Sidi Muhammad ben Abdillah Fes, Universitas Sulthan Sulaiman Bani Milal, Universitas Hasan Tsani Muhammadiyah dan universitas lainnya.

Bahasa Arab dan Prancis

Selain belajar Bahasa Arab, Mahasiswa Indonesia yang belajar di Maroko, memiliki peluang besar untuk bisa berbahasa Prancis, masalahnya Bahasa Prancis di Maroko sudah menjadi bahasa rakyat di semua wilayah. Bahkan di kota-kota tertentu, Bahasa Prancis lebih dominan ketimbang Bahasa Arab. Acara-acara di televisi, berita-berita di radio, koran, majalah, banyak yang berbahasa Prancis. Pusat-pusat kebudayaan Prancis, tersebar di setiap kota-kota besar di Maroko, seperti Rabat, Meknes, Marrakech, Fes, Tetouan, Casablanca, dll. Buku-buku dari yang ringan sampai yang beratpun, banyak ditulis dalam bahasa Prancis. Seminar, Simposium, Diskusi dan ceramah-ceramah ilmiahpun, banyak dipresentasikan dalam bahasa Prancis. Artinya, bagi mahasiswa Indonesia yang belajar di Maroko, bisa atau tidak berbahasa Prancis, adalah soal kemauan saja seiring dengan kata-kata bijak “Di situ ada kemauan di situ ada jalan”.


Kenapa bahasa Prancis urgen? Banyak alasan. Alasan keilmuannya adalah kita bisa berselancar di dua jalur keilmuan yang belakangan terasa menjadi semakin penting: filsafat dan sastra. Di jalur filsafat, kita bisa menemukan Michel Foucoult, Ferdinand de Saussure, Jean Boudrillard, Derrida, dll. Sementara di dunia sastra, setidaknya kita bisa mengenal lebih dekat Victor Hugo dan karya-karyanya. Alasan lebih riil, penguasaan Bahasa Prancis memudahkan kita mencari pekerjaan. Hukum ekonominya mengatakan “ketika persediaan terbatas dan permintaan bertambah, kebutuhan akan tinggi dan harga akan meningkat”. Setidaknya, pencari kerja (khususnya di dunia kerja yang berdimensi internasional) di Indonesia yang berbahasa Prancis lebih sedikit ketimbang yang berbahasa Inggris.

Pengiriman Pelajar Indonesia ke Maroko, setiap tahunnya diharapkan meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan pasar kerja di Indonesia. Banyak perusahaan asing dan Peguruan Tinggi, baik Negeri maupun swasta yang masih menunggu alumni-alumni Maroko yang memiliki kemampuan penguasaan bahasa Arab dan Prancis.

Saturday, March 8, 2008

Syukur Nikmat

SYUKUR NIKMAT

Oleh : Khoirurrijal, S.Ag, M.A. *

* Kandidat Doktor Adab Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Moulay Ismail Meknes Maroko, Peneliti dan Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro Lampung, Pemerhati Masalah-masalah Pendidikan, Bahasa, Sosial Kemasyarakatan dan Keagamaan.

Berapa banyak kenikmatan yang Allah SWT berikan kepada kita sebagai hamba-Nya. Sudahkah kita bersyukur ? Jika kita hitung-hitungnyapun, kita tidak akan sanggup menghitungnya. Ini artinya betapa banyak kenikmatan yang Allah SWT anugerahkan kepada kita, maka sudah selayaknya kita senantiasa bersyukur terhadap kenikmatan yang Allah SWT berikan kepada kita. Syukur terhadap nikmat yang diberikan Allah SWT, akan membuat nikmat itu sendiri bertambah. Sementara sebaliknya, ingkar/kufur nikmat yang diberikan-Nya, akan membuat diri kita terkena azab dari-Nya, sebagaimana Allah SWT berfirman:

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S. Ibrahim[14]: 7)

Dalam An-Nahl juga disebutkan, ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S. An-Nahl [16]: 78)

Ini artinya, saat kita lahir, kita tidak tahu apa-apa, tidak ada ilmu pengetahuan yang kita miliki. Yang kita miliki hanya ‘naluri’ saja. Seorang bayi yg menangis menandakan si bayi mengirim naluri kepada orang tuanya bahwa ada sesuatu yg tidak dia sukai, entah mengompol, buang air, dan sebagainya.

Tahapan berikutnya, barulah diajarkan kemampuan mendengar, melihat, berbicara, akal budi, dan sebagainya. Maka hati, mata, dan telinga harus menjadi sarana untuk bersyukur kita kepada-Nya.

Syukur kita adalah menggunakan nikmat yang kita dapatkan untuk menyempurnakan ibadah kita sesuai dengan ketentuan-Nya sebagai manifestasi ketaatan kita pada-Nya. Sebagaimana firman-Nya:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al-Asyr [103]: 1-3)

Oleh karena itu, marilah kita syukuri nikmat yang Allah SWT berikan dengan meningkatkan iman, takwa, ilmu dan amal sholih kita, agar nantinya kita jangan termasuk golongan orang-orang yang rugi. Apabila manusia taat kepada-Nya, maka kedudukan dia akan terangkat melebihi kedudukan malaikat. Sementara jika dia kufur, maka kedudukan dia akan di bawah jauh melebihi di bawah kedudukan binatang. Wallahu A’lamu bi-ash-shawab.

Sunday, February 24, 2008

Kehidupan

KEHIDUPAN

[ORIENTASI KEHIDUPAN]

Oleh : Khoirurrijal, S.Ag, M.A.*

* Kandidat Doktor Adab Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Moulay Ismail Meknes Maroko, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro Lampung, Pemerhati Masalah-masalah Pendidikan, Bahasa, Sosial Kemasyarakatan dan Keagamaan.

Kehidupan dunia adalah kehidupan sementara, dan kehidupan akherat adalah kehidupan abadi. Jangan sampai kehidupan sementara ini mengalahkan, apalagi melupakan kehidupan abadi. Kehidupan sementara harus sering sejalan dengan kehidupan abadi. Jika tidak, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam menjalani kehidupan ini. Seorang Muslim senantiasa dituntut untuk mengisi dan memanfaatkan kehidupan ini dengan sebaik-baiknya, seorang Muslim hendaknya memiliki orientasi hidup yang jelas, yang paling tidak meliputi tiga hal:

Pertama: Orientasi kemanfaatan (kemaslahatan). Menjalani kehidupan dalam kerangka memberi kemanfaatan (kemaslahan) yang sebesar-besarnya merupakan perkara yang amat penting untuk kita laksanakan. Manusia yang baik adalah manusia yang bisa memberi kemanfaatan (kemaslahatan) yang sebesar-besarnya bagi orang lain. Itu artinya jangan sampai adanya kita dengan tidak adanya sama saja, ibarat bilangan adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Oleh karena itu, segala potensi yang kita miliki harus kita gunakan untuk memberi kemanfaatan kebaikan yang sebesar-besarnya, bila ini yang dilakukan manusia, maka banyak persoalan bisa kita pecahkan dan banyak kemajuan yang bisa kita capai. Namun yang amat kita sayangkan adalah banyak manusia yang belum bisa memberi kemanfaatan kepada orang lain, bahkan dirinya sendiri saja bermasalah. Manakala kita bisa memberi kemanfaatan dalam kebaikan, maka kita menjadi manusia yang terbaik, Rasulullah saw bersabda:

خَيْرُالنَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudha’i dari Jabir ra).

Oleh karena itu segala bentuk kesia-siaan akan ditinggalkan oleh setiap mukmin yang ingin meraih keberuntungan dalam kehidupannya di dunia dan akhirat, Allah swt berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ اْلمُؤْمِنُوْنَ. الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلاَتِهِمْ خَاشِعُوْنَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ. (المؤمنون: 1-3)

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. (QS Al Mukminun [23]:1-3)

Salah satu yang harus kita renungkan adalah seandainya besok kita meninggal dunia, “Banyakkah orang yang merasa kehilangan?”, dan “Banyakkah orang yang sedih karena selama ini mereka merasakan manfaat yang besar dari keberadaan kita ditengah-tengah masyarakat ?”

Rasulullah saw merasa kehilangan atas wafatnya seorang wanita hitam asal Afrika karena manfaat yang dirasakannya, Wanita yang bernama Mahjanah atau disebut juga dengan Ummu Mahjan meninggal dunia pada suatu malam.

Rasulullah saw tidak diberi tahu atas kematian Ummu Mahjan ini sehingga sesudah satu atau dua hari beliau tidak melihatnya di masjid, beliaupun bertanya-tanya kepada para sahabat: “Kemana wanita yang biasa membersihkan masjid itu?”.

“Dia sudah wafat dan telah dikuburkan ya Rasulullah”, jawab seorang sahabat.

Mengapa kalian tidak memberitahu aku bahwa ia wafat?”. Tanya Rasul lagi.

“Kami pikir ia hanya orang biasa yang tidak perlu harus memberitahu engkau atas kematiannya”, jelas sahabat.

Rasulullah menjadi amat kecewa atas sikap dan pandangan para sahabat seperti itu, untuk menunjukkan penghormatan kepada Ummu Mahjan, Rasulullah meminta ditunjukkan dimana kuburannya dan setelah ditunjukkan, beliaupun melaksanakan shalat jenazah di atas kuburnya itu.

Kedua: Orientasi kepedulian. Para sahabat telah mencontohkan betapa besar tingkat kepeduliaan mereka antar yang satu dengan lainnya, sebut saja misalnya Abu Bakar Ash Shiddik yang tidak ragu untuk mengeluarkan uangnya yang banyak ketika harus membebaskan Bilal dari siksaan majikannya dengan sebab beriman, hanya satu cara untuk menolongnya, yakni membebaskannya dari status perbudakan. Ketika Nabi dan para sahabat berhijrah ke Madinah, sahabat-sahabat di Madinah menunjukkan kepedulian mereka yang luar biasa dengan menolong, bahkan mengutamakan sahabat dari Makkah ketimbang diri mereka dan keluarga.

Oleh karena itu, apa yang dicontohkan oleh para sahabat sebagaimana tersebut di atas, semestinya membuat kita menjadi orang-orang yang peduli terhadap kesulitan hidup yang dialami orang lain, dan kita akan berusaha menjadi bagian dari solusinya, apalagi di negeri kita seringkali terjadi bencana yang menuntut semakin besarnya kepedulian kita, persoalan di suatu daerah belum bisa diatasi, sudah muncul lagi persoalan yang lebih besar di daerah lain, inilah kebajikan yang harus kita tunjukkan dalam kehidupan nyata sebagaimana firman Allah swt:

لَيْسَ اْلبِرَّ أَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ اْلمَشْرِقِ وَاْلمَغْرِبِ وَلَكِنَّ اْلبِرَّ مَنْ آمَنَ ِباللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ وَاْلمَلَائِكَةِ وَاْلكِتَابِ وَالنَّبِيِّيْنَ وَآتَى اْلمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِى اْلقُرْبَى وَاْليَتَامَى وَاْلمَسَاكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَالسَّائِلِيْنَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَاْلمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوْا، وَالصَّابِرِيْنَ فِي اْلبَأسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِيْنَ اْلبَأْسِ، أُولئِكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا، وَأُلئِكَ هُمُ اْلمُتَّقُوْنَ. (البقرة : 177)

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS Al Baqarah [2]:177)

Ketiga: Orientasi kedisiplinan. Seorang Muslim senantiasa dituntut untuk disiplin dalam melaksanakan nilai-nilai kebenaran yang datang dari Allah swt. Ia telah dibimbing dengan diturunkannya Al-Qur’an sebagai petunjuknya sehingga bisa membedakan mana jalan hidup yang benar dan mana yang salah, Allah swt berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْ أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتِ مِنَ اْلهُدَى وَاْلفُرْقَانِ، فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ، وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّتُهُ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ، يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ اْليُسْرَ وَلاَ يُرِيْدُ بِكُمُ اْلعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوْا اْلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوْا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. (البقرة : 185)

(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS Al Baqarah [2]:185).

Jika seorang Muslim menjalankan ketiga orientasi kehidupannya dengan baik, maka hidupnya akan lebih berarti dan bermakna, dan begitu pula sebaliknya. Wallahu A’lam bi ash-showab.

Monday, January 28, 2008

Menyegerakan Pek...

Menyegerakan Pekerjaan

Khoirurrijal S.Ag, M.A.*

Suatu kebiasaan buruk yang harus dijauhi oleh seorang Muslim adalah menunda pekerjaan. Orang yang suka menunda pekerjaan (procrastinator), selalu beranggapan masih ada hari esok untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya bisa ia kerjakan hari ini.

Procrastinator akan merugi nantinya, disebabkan banyaknya pekerjaan yang tertumpuk dan banyaknya waktu yang terbuang sia-sia. Ia tidak menyadari bahwa tidak ada jaminan baginya untuk dapat bertemu dengan hari esok.

Umur dan kesempatan seseorang itu ada batasnya, maka sebagai seorang Muslim hendaknya senantiasa membiasakan diri dan berusaha menyegerakan amal shalih, serta senantiasa meninggalkan sifat menunda pekerjaan sepanjang kesempatan masih ada. Dalam sebuah ungkapan disebutkan: “Lâ tu`akhkhir ‘amalaka ilal ghad, mâ taqdiru an ta’malahul yaum” (Jangan kamu tunda pekerjaanmu hingga hari esok selama kamu bisa mengerjakannya hari ini).

Termasuk dalam lingkun ungkapan ini adalah larangan untuk menunda memohon ampunan dari Allah SWT. Karena Allah berfirman: ”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS Ali 'Imran/3: 133-136)

Dalam sebuah Hadis Rasulullah SAW bersabda: ”Pergunakanlah lima perkara sebelum datang lima perkara; masa mudamu sebelum tuamu, masa hidupmu sebelum matimu, masa luangmu sebelum sibukmu, masa sehatmu sebelum sakitmu, dan masa kayamu sebelum miskinmu.” (HR Hakim)

Dalam hadits lain beliau bersabda: ”Bersegeralah kalian melakukan amal-amal yang shalih, karena akan terjadi suatu bencana yang menyerupai malam yang gelap gulita, di mana ada seseorang pada waktu pagi beriman tetapi pada waktu sore ia menjadi kafir, pada waktu sore ia beriman tetapi pada waktu pagi ia telah kafir. Ia rela menukar agamanya dengan satu kesenangan dunia.” (HR Muslim)

Firman Allah SWT dan sabda Rasullullah SAW tersebut mengandung pesan kepada kita agar kita senantiasa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Dan jangan membuat waktu berjalan sendiri tanpa arti. Masih ingatkah kita dengan kata-kata mutiara: “Hidup sekali, hiduplah yang berarti”, ”Al-wakt atsmanu minadz-dhahabi” (Waktu itu lebih berharga daripada emas), ”Al-waktu kas-saif” (Waktu itu bagaikan pedang), dan ”The time is money” (Waktu adalah uang).

Ini semua menunjukkan betapa tinggi penghargaan kita kepada waktu yang Allah SWT anugerahkan kepada kita sebagai amanat. Bertambahnya umur seseorang, berarti berkurangnya jatah waktu yang Allah SWT berikan kepada kita. Dan nanti di akhirat kita semua akan dimintai pertanggungjawaban terhadap waktu umur yang Allah SWT berikan kepada kita untuk apa digunakan.

Setidaknya ada eda enam alasan mengapa kita senantiasa menyegerakan amal shalih dan tidak menunda untuk mengakhirkannya: Pertama, kita tidak dapat menjamin untuk hidup pada hari esok. Kedua, kita tidak dapat menjamin masih diberi nikmat kesehatan pada hari esok. Ketiga, Kesempatan itu belum tentu datang untuk kedua kalinya. Keempat, kita tidak dapat menjamin memiliki waktu luang seperti hari ini. Kelima, menunda pekerjaan yang baik menyebabkan seseorang terbiasa melakukannya, sehingga kemudian menjadi suatu kebiasaan buruk yang sulit dihilangkan. Keenam, menunda pekerjaan merupakan awal dari timbulnya permasalahan. Apalagi, jika pekerjaan itu merupakan suatu kebaikan.

Waktu berjalan sesuai dengan Sunatullah. Detik menjadi menit, menit menjadi jam, dan jam menjadi hari, begitu seterusnya. Siang dan malam pun datang silih berganti. Allah SWT berfirman: ”Dan Dialah yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.” (QS al-Furqan/25: 62)

Mensyukuri nikmat Allah SWT dalam hal ini bisa dalam bentuk memanfaatkan waktu dan kesempatan yang telah Dia anugerahkan. Janganlah kita terbiasa menyia-nyiakan waktu yang ada, karena waktu yang telah lewat tidak akan kembali, dan kesempatan yang ada sekarang belum tentu datang untuk kedua kalinya, akhirnya diri kita sendiri pun merugi. Maka bersegeralah, tunggu apa lagi, berbuat baik jangan ditunda. Wallâhu a'lam bish-shawâb.

* Alumni KMI, Kandidat Doktor Universitas Moulay Ismail Meknes Maroko, Peneliti dan Dosen STAIN Metro, Lampung.

Diposting di : http://majalahgontor.co.id/Read.asp?l=0&p=200712&g=%7B4C9D6E66-A1F9-4C59-A53F-B59C60A7D5B0%7D&id=%7BC833C705-53D5-45D4-BBAD-84E3DA9E5D40%7D