Sunday, February 24, 2008

Kehidupan

KEHIDUPAN

[ORIENTASI KEHIDUPAN]

Oleh : Khoirurrijal, S.Ag, M.A.*

* Kandidat Doktor Adab Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Moulay Ismail Meknes Maroko, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro Lampung, Pemerhati Masalah-masalah Pendidikan, Bahasa, Sosial Kemasyarakatan dan Keagamaan.

Kehidupan dunia adalah kehidupan sementara, dan kehidupan akherat adalah kehidupan abadi. Jangan sampai kehidupan sementara ini mengalahkan, apalagi melupakan kehidupan abadi. Kehidupan sementara harus sering sejalan dengan kehidupan abadi. Jika tidak, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam menjalani kehidupan ini. Seorang Muslim senantiasa dituntut untuk mengisi dan memanfaatkan kehidupan ini dengan sebaik-baiknya, seorang Muslim hendaknya memiliki orientasi hidup yang jelas, yang paling tidak meliputi tiga hal:

Pertama: Orientasi kemanfaatan (kemaslahatan). Menjalani kehidupan dalam kerangka memberi kemanfaatan (kemaslahan) yang sebesar-besarnya merupakan perkara yang amat penting untuk kita laksanakan. Manusia yang baik adalah manusia yang bisa memberi kemanfaatan (kemaslahatan) yang sebesar-besarnya bagi orang lain. Itu artinya jangan sampai adanya kita dengan tidak adanya sama saja, ibarat bilangan adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Oleh karena itu, segala potensi yang kita miliki harus kita gunakan untuk memberi kemanfaatan kebaikan yang sebesar-besarnya, bila ini yang dilakukan manusia, maka banyak persoalan bisa kita pecahkan dan banyak kemajuan yang bisa kita capai. Namun yang amat kita sayangkan adalah banyak manusia yang belum bisa memberi kemanfaatan kepada orang lain, bahkan dirinya sendiri saja bermasalah. Manakala kita bisa memberi kemanfaatan dalam kebaikan, maka kita menjadi manusia yang terbaik, Rasulullah saw bersabda:

خَيْرُالنَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudha’i dari Jabir ra).

Oleh karena itu segala bentuk kesia-siaan akan ditinggalkan oleh setiap mukmin yang ingin meraih keberuntungan dalam kehidupannya di dunia dan akhirat, Allah swt berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ اْلمُؤْمِنُوْنَ. الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلاَتِهِمْ خَاشِعُوْنَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ. (المؤمنون: 1-3)

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. (QS Al Mukminun [23]:1-3)

Salah satu yang harus kita renungkan adalah seandainya besok kita meninggal dunia, “Banyakkah orang yang merasa kehilangan?”, dan “Banyakkah orang yang sedih karena selama ini mereka merasakan manfaat yang besar dari keberadaan kita ditengah-tengah masyarakat ?”

Rasulullah saw merasa kehilangan atas wafatnya seorang wanita hitam asal Afrika karena manfaat yang dirasakannya, Wanita yang bernama Mahjanah atau disebut juga dengan Ummu Mahjan meninggal dunia pada suatu malam.

Rasulullah saw tidak diberi tahu atas kematian Ummu Mahjan ini sehingga sesudah satu atau dua hari beliau tidak melihatnya di masjid, beliaupun bertanya-tanya kepada para sahabat: “Kemana wanita yang biasa membersihkan masjid itu?”.

“Dia sudah wafat dan telah dikuburkan ya Rasulullah”, jawab seorang sahabat.

Mengapa kalian tidak memberitahu aku bahwa ia wafat?”. Tanya Rasul lagi.

“Kami pikir ia hanya orang biasa yang tidak perlu harus memberitahu engkau atas kematiannya”, jelas sahabat.

Rasulullah menjadi amat kecewa atas sikap dan pandangan para sahabat seperti itu, untuk menunjukkan penghormatan kepada Ummu Mahjan, Rasulullah meminta ditunjukkan dimana kuburannya dan setelah ditunjukkan, beliaupun melaksanakan shalat jenazah di atas kuburnya itu.

Kedua: Orientasi kepedulian. Para sahabat telah mencontohkan betapa besar tingkat kepeduliaan mereka antar yang satu dengan lainnya, sebut saja misalnya Abu Bakar Ash Shiddik yang tidak ragu untuk mengeluarkan uangnya yang banyak ketika harus membebaskan Bilal dari siksaan majikannya dengan sebab beriman, hanya satu cara untuk menolongnya, yakni membebaskannya dari status perbudakan. Ketika Nabi dan para sahabat berhijrah ke Madinah, sahabat-sahabat di Madinah menunjukkan kepedulian mereka yang luar biasa dengan menolong, bahkan mengutamakan sahabat dari Makkah ketimbang diri mereka dan keluarga.

Oleh karena itu, apa yang dicontohkan oleh para sahabat sebagaimana tersebut di atas, semestinya membuat kita menjadi orang-orang yang peduli terhadap kesulitan hidup yang dialami orang lain, dan kita akan berusaha menjadi bagian dari solusinya, apalagi di negeri kita seringkali terjadi bencana yang menuntut semakin besarnya kepedulian kita, persoalan di suatu daerah belum bisa diatasi, sudah muncul lagi persoalan yang lebih besar di daerah lain, inilah kebajikan yang harus kita tunjukkan dalam kehidupan nyata sebagaimana firman Allah swt:

لَيْسَ اْلبِرَّ أَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ اْلمَشْرِقِ وَاْلمَغْرِبِ وَلَكِنَّ اْلبِرَّ مَنْ آمَنَ ِباللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ وَاْلمَلَائِكَةِ وَاْلكِتَابِ وَالنَّبِيِّيْنَ وَآتَى اْلمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِى اْلقُرْبَى وَاْليَتَامَى وَاْلمَسَاكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَالسَّائِلِيْنَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَاْلمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوْا، وَالصَّابِرِيْنَ فِي اْلبَأسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِيْنَ اْلبَأْسِ، أُولئِكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا، وَأُلئِكَ هُمُ اْلمُتَّقُوْنَ. (البقرة : 177)

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS Al Baqarah [2]:177)

Ketiga: Orientasi kedisiplinan. Seorang Muslim senantiasa dituntut untuk disiplin dalam melaksanakan nilai-nilai kebenaran yang datang dari Allah swt. Ia telah dibimbing dengan diturunkannya Al-Qur’an sebagai petunjuknya sehingga bisa membedakan mana jalan hidup yang benar dan mana yang salah, Allah swt berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْ أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتِ مِنَ اْلهُدَى وَاْلفُرْقَانِ، فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ، وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّتُهُ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ، يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ اْليُسْرَ وَلاَ يُرِيْدُ بِكُمُ اْلعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوْا اْلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوْا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. (البقرة : 185)

(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS Al Baqarah [2]:185).

Jika seorang Muslim menjalankan ketiga orientasi kehidupannya dengan baik, maka hidupnya akan lebih berarti dan bermakna, dan begitu pula sebaliknya. Wallahu A’lam bi ash-showab.