PELUANG DAN TANTANGAN MAHASISWA BAHASA
DAN SASTRA ARAB (BSA) DALAM MENGHADAPI DUNIA KERJA[1]
Oleh: Dr. Khoirurrijal, M.A.
A. Pendahuluan
Aspek
utama yang menjadi perhatian sebelum memasuki dunia kerja adalah aspek persiapan
memasuki dunia karir. Persiapan karir merupakan suatu kegiatan atau proses yang
berjalan terus menerus. Dengan kata lain, persiapan karir diperlukan suatu
proses bagi seseorang yang ingin menekuni karir yang diinginkannya. Sebagaimana
menurut W.S. Winkel, persiapan dalam menekuni karir seseorang mampu memahami
dirinya dan lingkungannya sehingga semakin mantap dalam karirnya tersebut.[2]
Pendapat
yang agak mirip dengan pendapat W.S. Winkel adalah pendapat Harjono yang menyatakan bahwa
Kesiapan peserta didik untuk memasuki
dunia kerja adalah segala sesuatu yang harus disiapkan dalam melaksanakan
sesuatu untuk mencapai suatu tujuan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kesiapan untuk memasuki dunia kerja seperti: motivasi kerja, kemampuan kerja,
kemampuan beradaptasi dengan pekerjaan, kemampuan beradaptasi dengan
lingkungan, kemampuan berkomunikasi, penguasaan informasi tentang dunia kerja,
persepsi tentang prospek karir, peluang untuk
mendapatkan kesempatan kerja, dan gambaran pekerjaan yang dikerjakan di dunia
kerja.[3]
Sejalan
dengan pendapat W.S. Winkel dan Harjono di atas, A. Muri Yusuf menyatakan bahwa
memahami berbagai jenis pekerjaan adalah penting bagi pencari kerja maupun bagi
yang sudah bekerja. Agar mendapat pekerjaan
yang cocok dengan cirinya, atau untuk memantapkan pekerjaan yang telah
didudukinya, seseorang perlu memahami karakteristik tiap jenis pekerjaan,
selain itu memahami potensi diri merupakan aspek utama yang perlu menjadi
perhatian seseorang, sebelum ia melihat pada dunia kerja yang akan dimasukinya
dan beberapa kondisi fisik dan psikologis yang cukup menonjol dalam menentukan kecendrungan berhasil
seseorang dalam melaksanakan suatu aktivitas.[4]
Banyak faktor
yang mempengaruhi kesiapan memasuki dunia kerja seperti: motivasi kerja, adalah
sesuatu yang mengarahkan timbulnya tingkah laku seseorang, dan memelihara
tingkah laku tersebut untuk mencapai tujuan, yaitu suatu dorongan dari dalam
diri individu untuk dapat mengerjakan tugas-tugas atau pekerjaan yang
bermamfaat bagi diri individu sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Disamping itu,
ada faktor lain yang juga berpengaruh dalam kesiapan memasuki dunia kerja
seperti: (a) kemampuan beradabtasi dengan pekerjaan merupakan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan jenis-jenis
pekerjaan, (b) kemampuan beradaptasi dengan
lingkungan merupakan kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan, (c) kemampuan berkomunikasi merupakan kemampuan berkomunikasi dengan baik dan benar, (d) penguasan informasi tentang dunia kerja, di mana semakin banyaknya
seseorang mendapatkan informasi tentang dunia kerja, maka pandangannya tentang dunia kerja akan semakin baik, (e) persepsi tentang prospek karir merupakan pandangan tentang karir masa depan
diramalkan dari masa kini dalam mewujudkan cita-cita masa depan, (f) peluang untuk mendapatkan kesempatan kerja, yaitu mempunyai kepercayaan
diri yang tinggi untuk bersaing dalam mendapatkan pekerjaan, dan (g) gambaran pekerjaan yang tersedia
merupakan gambaran kerja yang banyak terdapat di dunia usaha.
Ada beberapa aspek yang harus dipersiapkan dalam memasuki dunia
kerja, di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Kepercayan diri,
yaitu mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja.
2. Komitmen, yaitu
kemauan/kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan aturan yang
berlaku.
3. Inisiatif/kreatif,
yaitu mempunyai inisiatif dan kreatifitas yang tinggi dalam mengembangkan suatu
keputusan tentang tugas yang di berikan.
4. Ketekunan dalam
bekerja, yaitu mempunyai keyakinan dan kesabaran dalam menyelesaikan pekerjaan.
5.
Kecakapan kerja,
yaitu mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaan baik dari segi pengetahuan, maupun keterampilan.
6. Kedisiplinan,
yaitu mempunyai
sikap disiplin yang tinggi, patuh dan taat mengikuti segala peraturan dan
ketentuan yang berlaku.
7.
Motivasi
berprestasi,
yaitu mempunyai kemauan yang tinggi untuk mengembangkan diri.
8. Kemampuan
bekerja sama, yaitu mempunyai sikap terbuka dan siap untuk bekerja sama dengan
siapa saja dan bekerja dalam satu tim.
9. Tanggung jawab,
yaitu mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjaan yang
diberikan.
10.
Kemampuan
berkomunikasi, yaitu mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan baik, seperti
penguasaan bahasa teknik, bahasa asing dan lain-lain.[5]
Beberapa aspek
tersebut di atas erat kaitannya dengan
masalah ketenagakerjaan dan dunia kerja di mana membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai kopetensi yang
baik, di sisi lain dengan globalisasi
memiliki sisi positif dan negatif, di satu sisi pasar bebas merupakan peluang
bagi dunia kerja dan dunia industeri untuk mengembangkan usahanya di negara lainnya selain negaranya sendiri, sedangkan dampak negatif nya secara
terbuka Indonesia akan menjadi serbuan tenaga kerja asing yang secara kualitatif
lebih baik dibanding tenaga kerja kita, dan persaingan di dalam dunia kerja,
dunia bisnis dan dunia industeri juga kan semakin meningkat karena persaingan
tidak hanya dengan sesama pekerja lokal, tetapi sudah dengan pekerja
profesional dari negara asing. Ini berarti kita akan segera memasuki persaingan
global dalam beberapa aspek pekerja, bisnis, usaha, perdagangan, baik
perdagangan umum dan jasa, serta hasil-hasil pertanian, industeri, teknologi,
ataupun produksi lainnya.
Dalam mewujudkan peningkatan dunia usaha dan dunia kerja
memerlukan
sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi yang baik dan siap memasuki
dunia kerja.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kesiapan memasuki dunia kerja merupakan hasil kerja yang di tunjukkan oleh oleh
seorang peserta didik. Hal ini
mencerminkan dengan indikator sebagai berikut:
1.
Kepercayaan diri;
2.
Rasa Tanggung jawab;
3.
komitmen;
4.
Kemampuan bekerja sama;
5.
Kemampuan bekomunikasi;
6.
Kecakapan kerja;
7.
Ketekunan dalam bekerja;
8.
Kedisplinan kerja; dan
9.
Inisiatif/kreatifitas.[6]
Dari
pendapat tersebut, terlihat bahwa seseorang yang akan menekuni karir atau
sebelum memasuki dunia kerja harus mempersiapkan diri atau memiliki persiapan dalam memahami diri
dan lingkungannya dan memahami
karakteristik tiap jenis pekerjaan, memahami potensi diri, serta kondisi fisik
dan psikologis perlu menjadi persiapan bagi seseorang dalam memasuki dunia
kerja.
B. Peran
dan Pengaruh Bahasa dan Sastra Arab
Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa mayor di dunia yang dituturkan oleh
lebih dari 200.000.000 umat manusia. Bahasa ini digunakan secara resmi oleh
kurang lebih 20 negara, karena bahasa Arab merupakan bahasa kitab suci dan
tuntunan agama Islam sedunia, maka tentu saja ia merupakan bahasa yang paling
besar pengaruhnya bagi ratusan juta muslim sedunia, baik yang berkebangsaan
Arab maupun non Arab.[7]
Dewasa ini bahasa Arab merupakan bahasa yang peminatnya cukup besar di dunia
Barat. Di Amerika misalnya, hampir tidak ada suatu perguruan tinggi yang tidak
menjadikan bahasa Arab sebagai salah satu mata kuliah, termasuk perguruan
tinggi Katholik atau Kristen. Sebagai contoh, Harvard University, sebuah
perguruan tinggi swasta paling terpandang di dunia yang didirikan oleh para ‘alim
ulama’ protestan dan Georgetown University, sebuah universitas
swasta Katholik, keduanya mempunyai pusat studi Arab yang kurang lebih
merupakan Center for Contemporary Arab Studies.[8]
Di Afrika, bahasa Arab kini dituturkan dan menjadi bahasa pertama di
negara-negara semacam Mauritania, Maroko, Aljazair, Libya, Mesir dan Sudan. Di
semenanjung Arabia, bahasa ini merupakan bahasa resmi di Oman, Yaman, Bahrain,
Kuwait, Saudi, Qatar, Emirat Arab, dan jauh ke Utara, Jordan, Irak, Syiria,
Libanon dan Palestina. Menurut Wise, bahasa Arab juga merupakan bahasa orang-orang India
Utara, sebagian orang Turki, Iran, Portugal dan Spanyol.[9]
Bahasa Arab merupakan bahasa kitab suci al-Qur’an dan
Hadis Nabi Muhammad Saw yang memiliki nilai sastra yang tinggi, bahasa Arab
adalah bahasa agama dan umat Islam, bahasa resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), bahasa nasional lebih dari 22 negara di kawasan Timur Tengah, lughat
al-dhat, dan bahasa warisan sosial budaya (lughat at-turats).
Jâbir Qumaihah,
misalanya menegaskan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa yang mendapat garansi dan
“proteksi Ilahi” (al-himâyah al-Ilahiyyah), seiring dengan digunakannya
bahasa Arab sebagai “wadah ekspresi” al-Qur’an (wi’â’ alQur’an). Bahasa
Arab juga dipandang sebagai bahasa yang sangat orisinal; tidak memiliki masa
kanak-kanak sekaligus masa renta.[10]
Perkembangannya sudah berlangsung lama, bahkan mungkin sudah ada jauh sebelum
Masehi. ‘Abbâs al-‘Aqqâd, seperti dikutip oleh Abd al Shabûr Syâhîn[11]
menyatakan bahwa budaya Arab telah ada jauh sebelum budaya Yunani. Budaya Arab
telah lahir lebih dari 2000 tahun yang lalu. Warganya menjuluki mereka dengan
nama Arab sebagaimana orang lain juga menyebut mereka dengan nama tersebut.
Mereka berdomisili di jazirah Arabia sebelum mengadakan emigrasi ke beberapa
tempat di sekitarnya. Karena itu, dapat dipastikan bahwa bahasa Arab telah
eksis di jazirah Arabia dari sejak 3000 tahun yang lalu. Hanya saja,
perkembangan bahasa Arab hingga turunnya al-Qur’an kurang mendapat perhatian
dan pengkajian dari para ahli. Hal ini boleh jadi disebabkan karena minimnya
informasi dan data terkait dengan perkembangan bahasa Arab pra-Islam di satu
segi, dan di segi lain karena para sarjana lebih tertarik kepada fenomena
bahasa Arab yang kemudian dijadikan oleh Allah sebagai bahasa kitab suci
al-Qur’an, yang kebetulan saat itu, bahasa dan sastra Arab mencapai puncak
kefashahan dan kejayaannya.
Meskipun
al-Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw, bahasa
Arab tetap merupakan bahasa manusia atau produk budaya bangsa Arab. Ia bukan
bahasa Tuhan atau malaikat.[12]
Sebagai produk dan subsistem budaya, bahasa Arab mempunyai dimensi linguistik,
humanistik, sosio-kultural, dan pragmatik. Bahasa Arab pada dasarnya tunduk
kepada (mengikuti) sistem linguistik yang telah menjadi kesepakatan penutur
bahasa ini, baik sistem fonologi, leksikologi, morfologi, sintaksis maupun
semantik.
Kendatipun
sebagai bahasa Al-Qur’an yang memiliki sastra tinggi, bahasa Arab tidak perlu
disakralkan atau dianggap sebagai bahasa suci, melainkan cukup diposisikan
sebagai bahasa terhormat dan diberi apresiasi tinggi karena ia merupakan bahasa
Al-Qur’an, bahasa yang digunakan dalam sebagian besar ibadah ritual, dan bahasa
budaya Islam (lughah al-tsaqâfah al-Islâmiyyah). Pendapat Yusuf al Qaradhawi ini mengisyaratkan bahwa bahasa Arab adalah
sebuah sistem sosial-budaya yang terbuka untuk dikaji, dikritisi, distudi, dan dikembangkan.[13]
Sebagai subsistem budaya, bahasa Arab merupakan salah satu bahasa Semit yang dinilai paling tua dan tetap eksis
hingga sekarang.[14]
Kemampuan bahasa Arab tetap eksis hingga sekarang,
antara lain, disebabkan oleh posisinya sebagai bahasa pilihan Tuhan untuk kitab
suci-Nya (al-Qur’an). Meskipun fungsinya lebih merupakan media ekspresi kitab
suci bagi masyarakat Arab (tempat/lokasi Nabi Muhammad Saw. mendakwahkan ajaran
Islam), bahasa Arab merupakan bahasa yang telah mencapai puncak “kedewasaan dan
kematangannya”. Hal ini, antara lain, terbukti dari penggunaan bahasa Arab
sebagai bahasa sastra dan pemersatu pada masa Jahiliyyah. Selain itu, bahasa Arab hingga kini juga menjadi
bahasa yang mampu menampung kebutuhan para penggunanya dan menyerap berbagai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang.[15]
Posisi bahasa
Arab menjadi semakin kuat dan menjadi bahasa standar dari sekian banyak ragam lahjah
(dialek) bahasa Arab. Bersamaan dengan itu pula, terbangunlah sinergi simbiosis
antara bahasa Arab dan al-Qur’an. Daya tarik terhadap kajian al-Qur’an pada
saat yang sama juga mendorong munculnya kajian terhadap bahasa dan sastra Arab,
sehingga lahirnya berbagai ilmu-ilmu keislaman dan kesusastraan. Dari sekian
banyak bahasa di dunia, yang dipakai secara luas dalam bahasa lisan, tulisan,
ilmu pengetahuan dan teknologi, di antaranya bahasa Inggris, Jerman, Spanyol,
Cina, Arab dan sebagainya. Bahasa Arab adalah bahasa Istimewa, Allah SWT
berkenan berbicara kepada umat manusia dengan bahasa Arab lewat al-Qur’an
al-Karim.
Al-Qur’an
al-Karim diturunkan dalam bahasa Arab, karena bahasa Arab adalah bahasa yang
fasih, jelas, luas dan maknanya sangat mengena untuk jiwa manusia serta
istimewa karena Allah menurunkan wahyu-Nya dengan bahasa Arab yang memiliki
sastra yang tinggi. Allah AWT bukan tidak tahu bahwa manusia mempunyai ribuan
jenis bahasa, namun Allah SWT menetapkan bahwa hanya ada satu bahasa yang
digunakannya untuk memberi petunjuk untuk umat manusia, yaitu bahasa Arab.
A. C. Bahasa dan
Sastra Arab Ditengah Arus Globalisasi
Bahasa dan
Sastra Arab sampai saat ini masih merupakan bahasa dan sastra yang tetap
bertahan dan mendunia sejajar dengan bahasa-bahasa lainnya, yaitu Inggris dan
Perancis. Angka Arab seperti 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,8 9, 10 dan seterusnya
merupakan kontribusi bahasa Arab dalam usaha mempermudah hitungan dan penulisan,
angka Romawi yang kurang realistis. Itulah sebabnya, di dalam semua kamus
bahasa Inggris, angka-angka tersebut dinamakan “Arabic Numerals” atau “Angka
Arab”. Hal itu membuktikan bahwa bahasa Arab tidak dapat disangkal sama sekali.
Bahasa Arab merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan umat Islam di
seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, mempelajari dan menguasai bahasa Arab menjadi
keperluan hakiki setiap muslim. Baginya, bahasa Arab perlu untuk membentuk
pribadi sebagai muslim dan meningkatkan kualitas keimanan dan pemahaman
terhadap ajaran agama, bahkan perlu sebagai sarana dakwah penyebaran agama Islam.
Bahasa Arab
perlu dipandang sebagai bahasa agama dan bukan sebagai bahasa budaya, etnis,
kawasan, maupun negara tertentu saja. Itu ditandai dengan banyaknya tokoh dan
ulama muslim yang berasal dari bukan kawasan Arab, seperti Abu Aswad Al Dauli, Al-Biruni,
Al Al-Kindi, Ghazali, Ibnu Sina, Al-Razi, dsb., namun menguasai bahasa Arab
sebagai bagian dari studi Islam yang mereka tekuni. Selain itu, agama Islam
yang salah satu unsurnya adalah bahasa Arab, seyogyanya menjadi budaya yang
dominan mewarnai kehidupan umat Islam di tingkat perseorangan, keluarga, dan
masyarakat.
Berseberangan
dengan hal tersebut, harus diakui bahwa ada upaya kalangan kolonial dan sekuler
untuk meminggirkan dan menjauhkan bahasa Arab dan sejumlah budaya keislaman
dari kehidupan umat Islam. Dari segi upaya akademis, ada salah satu contoh,
Al-Munjid, yaitu kamus bahasa Arab yang sangat kurang memasukkan unsur-unsur
Arab yang terkait dengan keislaman. Kamus itu disusun oleh akademisi Khatolik
Libanon, Louis Maluf. Selain itu, secara kultural, ada upaya pula yang ingin
diterapkan dan disebarluaskan di kalangan masyarakat Arab, yaitu pemopuleran
penggunaan bahasa Arab kolokial (dialek lokal) dan pengesampingan penggunaan
bahasa Arab standar (fusha). Hal itu berakibat pada minimnya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat Arab sendiri terhadap bahasa Arab yang resmi dan standar.
Ada satu
keuntungan yang dimiliki bahasa Arab standar, yaitu pemertahanannya yang
langsung melibatkan peran Allah melalui turunnya Al-Qur’an sebagai wahyu Allah
yang berbahasa Arab. Secara politis internasional, bahasa Arab kini sudah
diakui sebagai bahasa internasional dan digunakan juga sebagai salah satu
bahasa diplomasi resmi diforum Perserikatan Bangsa-bangsa. Beberapa negara non Arab
di dunia, seperti Malaysia, bahkan sudah mengakui bahasa Arab di negaranya dan
memberikana apresiasi berupa adanya tulisan-tulisan berbahasa Arab di
tempat-tempat umum. Dalam hal perkembangan situasi ekonomi global, bahasa Arab
mengambil tempat dan peran yang sangat penting. Itu ditunjukkan dengan semakin
pentingnya kawasan Timur Tengah, yang notabene mayoritas masyarakatnya
berbahasa Arab, sebagai pusat sumber daya energi dan mineral dunia.
Berbagai
kalangan di dunia yang berkepentingan dan ingin membuka jalur komunikasi internasional
dengan negara-negara Timur Tengah, maka harus berpikir dan mengambil sikap
bahwa mereka sangat membutuhkan penguasaan bahasa Arab. Jika tidak, hal itu
akan menjadi hambatan dalam menjalin hubungan dengan Negara-negara di Timur
Tengah.
Dengan semakin
banyaknya berbagai kalangan yang berkepentingan dengan Negara-negara di Timur
Tengah, maka Negara-negara di Timur Tengah adalah primadona baru yang sedang
merebut perhatian banyak kalangan di dunia. Itu ditandai pula dengan semakin
banyaknya lembaga dan perusahaan dari luar Arab yang berdatangan dan membuka
kantor resminya di negara-negara Timur
Tengah. Mereka yang berdatangan itu menyadari bahwa bahasa Arab, selain bahasa
Inggris dan Prancis adalah syarat utama komunikasi dan diplomasi sekaligus
pendekatan dengan masyarakatdan negara-negara Timur Tengah.
Tidak hanya
proses masuknya investasi asing ke Timur Tengah yang memerlukan bahasa Arab.
Berbagai negara, termasuk Indonesia, yang menyadari pentingnya kawasan Timur
Tengah sebagai mitra, menyadari bahwa banyak pula harapan akan masuknya
investasi negara-negara Arab ke Negara mereka, termasuk pula Indonesia.
Di
Indonesia bahkan sudah ada beberapa perwakilan perusahaan dan lembaga keuangan
Asing yang membuka kantor di Indonesia. Itu memang tak terlepas dari peran
aktif dan keseriusan pemerintah Indonesia untuk mengundang investor yang berasal
dari Negara-negara Timur Tengah untuk datang ke Indonesia. Dalam hal ini,
proses komunikasi, diplomasi, dan negosiasi bilateral tentulah membutuhkan
bahasa Arab sebagai alat komunikasi yang paling efektif.
Sayangnya,
harus diakui bahwa tenaga-tenaga ahli yang menguasai bahasa Arab, seperti
diplomat masih sedikit jumlahnya. Padahal kebutuhan akan hal itu kini begitu
tinggi. Hal itu sekaligus menjadi peluang dan tantangan bagi masyarakat
Indonesia, khususnya mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab (BSA) untuk melihat
situasi yang sudah berubah di mana hubungan Indonesia dengan Negara-negara di kawasan
Timur Tengah yang semakin intensif dan semakin terbukanya peluang kerja dan
berpikir ulang bahwa bahasa Arab kini bukan bahasa kelas tiga, akan tetapi
sudah menjadi bahasa yang penting dan mutlak perlu dipelajari.
Perubahan
situasi tersebut di atas, jelas menguntungkan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Namun, keuntungan itu hanya akan dinikmati jika proses komunikasi antar budaya
dan antar negara yang berlangsung dijembatani oleh pemahaman bahasa dan budaya
yang baik. Jika bangsa dan masyarakat Indonesia tidak memahami bahasa dan
budaya Arab dengan baik, maka semua rencana besar menyangkut politik, ekonomi
dan lainnya antar Negara, maka akan sulit terwujud dan akan menjadi
keprihatinan nasional. Negara ini akan tetap mengalami kerugian besar hanya
karena tidak bisa berkomunikasi dan mendekati secara kultural orang-orang Arab
yang sesungguhnya kini mulai tertarik dan bahkan berlomba untuk masuk
menanamkan modalnya di Indonesia, meski negara ini dengan tegas menyatakan
kepada Negara-negara di Timur Tengah bahwa pemerintah membuka pintu yang seluas-luasnya
dan selebar-lebarnya serta memberikan banyak fasilitas khusus kepada mereka.
Tak diragukan
lagi pentingnya bahasa dan Sastra Arab bagi umat Islam, terutama bahasa Al-Qur’an dan Hadits, dua pilar pokok
dalam Islam. Hal yang wajar dan tak bisa disederhanakan, apalagi dituduh
arabisme ketika Imam Syafi’i dalam ar-Risalahnya, disusul kemudian pengarang
kitab yang lagi digandungi sarjana Islam Imam Syathibi dalam Muwafaknya,
mensyaratkan bagi siapa-siapa yang mau berijtihad untuk terlebih dahulu
menguasai ilmu bahasa Arab. Bahasa Arab juga adalah bahasa Ilmu, terutama
keilmuan Islam klasik.
Beratus-ratu
ribu buku dari berbagai disiplin ilmu warisan nenek moyang kita memakai bahas
Arab. Keistimewaan lain bahasa Arab, dibanding bahasa-bahasa dunia lainnya,
adanya ikatan kuat dengan agama. Karena kitab suci agama Islam diturunkan
dengan bahasa Arab. Sementara bahasa asli Taurat dan Injil kini sudah punah.
Pada masanya dulu, tepatnya sebelum Barat memasuki masa renaissance,
berabad-abad lamanya bahasa Arab jadi bahasa dunia. Ia merupakan bahasa
politik, ekonomi, bahkan dunia keilmuan.
Ada beberapa
sebab yang membuatnya jadi bahasa peradaban dunia, di mana setiap orang yang
berkeinginan maju, merasa berkewajiban menguasainya. Diantaranya yang paling
penting adalah adanya proyek Arabisasi buku-buku administrasi pemerintahan pada
masa dinasti Mu’awiyah (Khalifah Abd. Malik 685-705 M dan anaknya al-Walid
705710 M) yang mau tidak mau memaksa para pegawai pemerintahan yang tak bisa
berbahasa Arab untuk belajar bahasa Arab dan proyek terjemahan, terutama
buku-buku keilmuan, secara besar-besaran pada masa dinasti Abasiah (200 H/ 900
M), dari bahasa Yunani, India, Suryani ke dalam bahasa Arab, yang mengakibatkan
orang Islam menjadi bangsa yang luar biasa kreatif dan kemudian menjadikan
Islam sebagai kiblat keilmuan dan peradaban dunia. Keadaan di atas itu terjadi
dulu. Kalau kita amati sekarang, kondisinya akan tampak berbalik. Apalagi sejak
memasuki era globalisasi, keadaannya makin mengkhawatirkan. Bahasa Arab
perlahan tapi pasti posisinya mulai tergusur, dan bahasa Inggris menjadi bahasa
nomor satu dunia. Permasalahannya tidak berhenti sampai di situ. Akibat
globalisasi zaman, dan budaya konsumtif yang tinggi di kalangan negara Arab,
ditambah ledakan informasi, secara sadar atau tidak sadar, bahasa Inggris masuk
ke dalam sistem-sistem sosial di kalangan Arab sendiri. Misalnya, dalam bidang
pendidikan, banyak sekolah-sekolah di sana, terutama dalam mata pelajaran
eksakta: Kimia, Fisika, Matematika dan biologi, bukunya menggunakan bahasa
Inggris. Begitu juga dalam dunia teknologi, kosa kata asing tidak bisa
dibendung. Celakanya kemudian bahasa itu diterima apa adanya, karena secara
level sosial akan dinggap sebagai orang modern. Perubahan kalimat asing hanya dari
sisi tulisan dari Latin ke Arab, bunyi tetap sama: laptop, mouse, keybord,
mobile, oke, dan lain-lain.
Kondisinya tidak seperti pada abad kedua Hijriah dulu.
Walaupun kosa-kata Asing banyak bermunculan, tetapi tidak langsung dimakan
mentah-mentah. Ada proses yang sangat ketat, di mana kosa kata Asing sedapat
mungkin dicarikan kosa kata yang semakna, kalau tidak ada dilakukan
penerjemahan, kemudian kalau masih tidak bisa baru diterima apa adanya.
Himbauan kepada
seluruh Lembaga Kajian Bahasa Arab saja tidak cukup, karena serangan-serangan
yang dimunculkan oleh Negara-negara Asing untuk memarjinalkan Bahasa Arab akan
terus menerus, bahkan semakin dahsyat selama mereka tidak meneladani generasi
awal Islam yang menjadi bangsa yang sangat kreatif, menjadi produsen. Para
ulama Muslim sepakat bahwa mempelajari dan menguasai bahasa Arab adalah sangat
penting dalam dunia kajian keislaman.
D. D. Tantangan Bahasa
dan Sastra Arab (BSA)
Menurut ‘Abd
al-Shabûr Syâhîn, pendidikan bahasa Arab dewasa ini dihadapkan pada berbagai
tantangan yang serius. Tantangan-tantangan itu harus menjadi perhatian umat
Islam sedunia, termasuk Indonesia agar bahasa Arab tetap eksis sebagai bahasa
komunikasi dunia. Adapun tantangan-tantangan tersebut adalah sebagai berikut: [16]
Pertama, akibat
globalisasi, penggunaan bahasa Arab fusha di kalangan masyarakat Arab sendiri
mulai berkurang frekuensi dan proporsinya, cenderung digantikan dengan bahasa
Arab ‘âmmiyah atau dialek lokal (allahajât al-mahalliyah). Jika jumlah negera
Arab berjumlah 22 negera, berarti paling tidak ada 22 ragam bahasa ‘âmmiyah.
Hal ini belum termasuk dialek suku-suku dan kawasan-kawasan tertentu. Misalnya,
dialek lokal Iskandaria (Alexandria) tidak sama dengan dialek Thantha, dan
sebagainya. Dewasa ini, terutama di kalangan generasi muda Arab, terdapat kecenderungan baru, yaitu munculnya fenomena
al-fush’amiyyah, yakni campuran ragam fusha dan ‘âmmiyah. Gejala ini merupakan
tantangan serius bagi dunia pendidikan karena terjadi degramatisasi atau
pengeleminasian beberapa gramatika (qawâ’id). Kaedah-kaedah bahasa yang baku
kurang diperhatikan, sementara pembelajaran qawâ’id pada umumnya tidak efektif.
Kultur fush’amiyyah lebih dominan daripada kultur akademik yang memegang teguh
kaedah-kaedah bahasa Arab. Bahkan di kalangan Perguruan Tinggi Mesir, termasuk
di Fakultas Adab, sebagian besar dosennya banyak menggunakan ragam baru ini.
Kedua, masih
menurut Syâhîn, realitas bahasa Arab dewasa ini juga dihadapkan pada tantangan
globalisasi, tepatnya tantangan pola hidup dan kolonialisasi Barat, termasuk
penyebarluasan bahasa Arab di dunia Islam. Kolonialisasi ini, jika memang tidak
sampai menggantikan bahasa Arab, minimal dapat mengurasi prevalensi penggunaan
minat belajar bahasa Arab di kalangan generasi muda.
Ketiga, derasnya
gelombang pendangkalan akidah, akhlak, dan penjauhan generasi muda Islam dari
sumber-sumber ajaran Islam melalui pencitraan buruk terhadap bahasa Arab. Dalam
waktu yang sama terjadi kampanye besar-besaran atas nama globalisasi untuk
menyebarkan dan menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa yang paling kompatibel
dengan kemajuan teknologi.
Farîd al-Anshârî
(2014) menambahkan bahwa agenda neokolonialisasi globalisme yang dilancarkan
Barat terhadap dunia Islam dewasa ini memang dimaksudkan untuk membunuh
karakter dan identitas budaya, terutama Arab. Hal ini, antara lain, dapat
dilihat dari arogansi Amerika Serikat, baik menyangkut kebijakan politik luar
negerinya maupun perilaku politiknya, terhadap dunia Islam, khususnya Timur
Tengah. Negara Adidaya ini seringkali mencampuri urusan dalam negara-negara Islam, baik melalui
intervensi langsung maupun melalui operasi agen-agen rahasianya yang terkenal
lihai dan licin. Salah satu agenda yang diselundupkan ke dunia Arab adalah
penghilangan atau pendangkalan identitas bahasa dan budaya Arab, marjinalisasi
sumber-sumber ajaran Islam dari sistem pendidikan di dunia Islam, dan
sekularisasi dalam berbagai aspek kehidupan.
Selain ada upaya
penggantian huruf Arab dengan latin, bahasa Arab pada lembaga pendidikan di
dunia Islam juga mulai digeser –meskipun belum sampai digantikan—oleh bahasa
Inggris atau Perancis sebagai bahasa pengantar untuk pembelajaran sains.
Berbagai siaran langsung olah raga di dunia Arab, terutama sepakbola, yang
disiarkan dari Barat (liga Inggris, Spanyol, Italia, Perancis, atau Belanda)
sudah banyak menggunakan bahasa Inggris. Demikian pula, program tayangan
televisi di dunia Arab juga sudah banyak dipengaruhi oleh gaya dan pola hidup
Barat yang sekuler dan materialistik. Akibatnya, minat dan motivasi untuk
mempelajari bahasa Arab secara serius menjadi menurun. Semantara itu, di Indonesia, kita cenderung
hanya mempelajari bahasa Arab fusha, dengan rasionalitas bahwa bahasa Arab fusha
itu merupakan bahasa al-Qur’an dan al-Sunnah, karena tujuan utama studi bahasa
Arab adalah untuk kepentingan memahami sumber-sumber ajaran Islam. Sebagian
kalangan –boleh jadi karena ketidaktahuan bahasa Arab ‘âmmiyah— cenderung anti
bahasa Arab ‘âmmiyah, karena mempelajari bahasa Arab pasaran itu dapat merusak
bahasa Arab fusha.
Tudingan
sementara pihak bahwa upaya mengganti bahasa Arab fusha dengan âmmiyah merupakan usaha kaum orientalis agar umat
Islam menjauhi atau tidak dapat memahami al-Qur’an dengan baik juga tidak
sepenuhnya benar. Sebab, bagaimana mungkin orientalis Barat mendiktekan kemauan
mereka untuk berbahasa Arab âmmiyah, sedangkan mereka sendiri (para orientalis)
secara akademis mempelajari bahasa Arab fusha sebelum mengkaji budaya dan
peradaban Timur (Islam). Bahasa Arab fushha akan tetap lestari meskipun
orang-orang Arab sendiri lebih suka berbahasa Arab âmmiyah.
Kecenderungan
berbahasa Arab âmmiyah tampaknya lebih didasari oleh kepentingan dan tujuan
pragmatis, yaitu: komunikasi lisan yang lebih mengutamakan aspek kepraktisan,
simpel, dan cepat. Namun demikian, maraknya penggunaan bahasa Arab âmmiyah
tetap merupakan sebuah tantangan yang dapat mengancam atau setidak-tidaknya
mengurangi mutu kefashihan orang atau bangsa Arab pada umumnya. Orientasi studi
bahasa Arab pada lembaga pendidikan kita tampak masih mendua dan setengah-setengah:
antara orientasi kemahiran, dan orientasi kailmuan. Keduanya memang perlu
dikuasasi oleh mahasiswa, namun salah satu dari keduanya perlu dijadikan
sebagai fokus: apakah bahasa Arab diposisikan sebagai studi keterampilan yang
berorientasi kepada pemahiran mahasiswa dalam empat keterampilan bahasa secara
mumpuni ataukah bahasa Arab diposisikan sebagai disiplin ilmu yang berorientasi
kepada penguasaan, tidak hanya kerangka epistemologinya, melainkan juga
substansi dan metodologinya.
Selain itu,
kebijakan pendidikan dan pengajaran bahasa Arab di madrasah dan lembaga
pendidikan lainnya, selama ini, juga tidak menentu. Ketidakmenentuan ini dapat
dilihat dari beberapa segi.
Pertama, dari
tujuan, terdapat kerancuan antara mempelajari bahasa Arab sebagai tujuan
(menguasai kemahiran berbahasa) dan tujuan sebagai alat untuk menguasai
pengetahuan yang lain yang menggunakan bahasa Arab (seperti mempelajari tafsir,
fiqh, hadits, dan sebagainya).
Kedua, dari segi
jenis bahasa Arab yang dipelajari, apakah bahasa Arab klasik (fusha turâts),
bahasa Arab modern/kontemporer (fusha mu’âshirah) atau bahasa Arab pasaran
(‘âmmiyyah).
Ketiga, dari
segi metode, tampaknya ada kegamangan antara mengikuti perkembangan dan
mempertahankan metode lama. Dalam hal ini, bahasa Arab banyak diajarkan dengan
menggunakan metode qawâ’id wa tarjamah.
Tantangan
lainnya yang juga tidak kalah pentingnya dalam pengembangan pendidikan bahasa
Arab adalah rendahnya minat dan motivasi belajar serta kecenderungan sebagai
pelajar atau mahasisiwa bahasa dan sastra Arab untuk mengambil jalan yang serba
instan, tanpa menulis proses ketekunan dan kesungguhan. Hal ini terlihat dari
karya-karya dalam bentuk makalah dan skripsi
yang agaknya cenderung merosot atau kurang berbobot mutunya. Mahasiswa yang
sudah berada di dunia bahasa dan sastra Arab seakan tidak betah dan ingin
mencari dunia lain, sehingga ni perlu disurvei dan dibuktikan secara akademis
tidak sedikit yang mengeluh bahwa jurusan bahasa dan sastra Arab itu sebetulnya
bukan habitat mereka yang sesungguhnya.
E. E. Peluang Bahasa
dan Sastra Arab (BSA)
Di balik beberapa
tantangan akan memberikan peluang jika hal itu disikapi dengan bijak, termasuk
tantangan yang kini dihadapi oleh para mahasiswa BSA di dunia kerja. Peluang
tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, peluang
untuk pengembangan bahasa dan Sastra Arab semakin terbuka, karena seseorang
yang menguasai bahasa dan Sastra Arab dapat dipastikan memiliki modal dasar untuk mendalami dan mengembangkan
kajian bahasa dan sastra Arab dari sisi keindahan dalam berbahasa Arab.
Kedua, meningkatkan
tradisi penelitian di bidang bahasa dan sastra Arab. Hal ini perlu dilakukan
agar ilmu bahasa dan sastra Arab semakin berkembang dinamis dan maju. Melalui peningkatan
penelitian, tentu saja, karya akademik dapat dihasilkan, dan pada gilirannya mahasiswa
dan dosen BSA menjadi lebih tercerahkan. Oleh karena yang selama ini menjadi
hambatan – setidak-tidaknya kurang mengundang minat meneliti—adalah rendahnya
dana penelitian, maka dipandang penting para pimpinan STAIN, IAIN dan UIN mewajibkan
para dosen dan mahasiswanya untuk meneliti dan/atau menulis karya-karya
akademik yang relevan dengan bidang keilmuannya. Kebijakan wajib meneliti ini,
tentu saja, harus dibarengi dengan pemberian insentif yang memadai sehingga membuat
Para peneliti menjadi khusyu’, tekun, dan menikmati penelitiannya.
Ketiga,
intensifikasi penerjemahan karya-karya berbahasa Arab, baik penerjemahan berupa
novel, buku, tulisan dan sebagainya ke dalam bahasa Indonesia dan/atau
sebaliknya. Profesi ini cukup menantang dan menjanjikan harapan, meskipun
penerjemah relatif belum mendapat apresiasi yang sewajarnya. Menarik dicatat
bahwa salah satu faktor yang mempercepat kemajuan peradaban Islam di masa
klasik adalah adanya gerakan penerjemahan besar-besaran, terutama pada masa
Hârûn al-Rasyîd (786-809 M) dan al-Ma’mûn (786-833 M). Gerakan penerjemahan itu
disosialisasikan dengan ditunjang oleh adanya pusat riset dan pendidikan
seperti Bait al-Hikmah (Wisma Kebijaksanaan).
Keempat,
Interpreter, Pekerjaan ini juga cocok menjadi peluang kerja bagi mahasiswa dan lulusan
BSA yang suka menerjemahkan bahasa. Walaupun bertugas mirip dengan seorang
translator, namun pekerjaan Interpreter berbeda dalam penyampaiannya.
Interpreter bertugas menerjemahkan bahasa Arab secara lisan dan langsung tanpa
menulisnya. Sehingga, seorang interpreter harus berkonsentrasi tinggi dalam
menerjemahkan orang yang berbicara. Interpreter sering digunakan saat pertemuan
antar Negara dunia dengan berlatar belakang bahasa yang berbeda.
Kelima,
pengembangan media dan teknologi pembelajaran bahasa dan Sastra Arab. Kita
selama ini masih lemah atau belum mumpuni dalam menciptakan produk media dan
teknologi, sehingga proses pembelajaran bahasa dan Sastra Arab di lembaga STAIN,
IAIN dan UIN masih belum mendapat sentuhan modernitas yang bercirikan: mudah,
cepat, tepat, dan efektif. Karena itu, tenaga yang menekuni bidang ini perlu
dihasilkan atau dimiliki oleh BSA. Dengan kata lain, para dosen dan mahasiswa
BSA perlu bermitra dan bersinergi dengan SDM yang memiliki kompetensi untuk
mengembangkan teknologi pendidikan dan pembelajaran bahasa dan Sastra Arab
modern. Dengan begitu, tampilan atau performansi pembelajaran bahasa dan sastra
Arab akan memiliki nilai tambah dan daya tarik yang berarti.
Keenam, sudah
saatnya mahasiswa BSA melahirkan karya-karya ilmiah dari hasil penelitian, penulisan jurnal, penulisan buku
kesusastraan Arab, dan sebagainya yang dapat memberikan pencerahan bagi
masyarakat. Lahan pemikiran BSA sejauh ini belum tergarap dengan baik, sehingga
dalam hal ini masih miskin melahirkan karya-karya ilmiah bahasa dan sastra
Arab.
Ketujuh,
mahasiswa BSA turut serta dalam pengembangan produk ekonomi kreatif, seperti
membuat film, drama dan syair bahasa Arab fusha yang ditayangkan di berbagai TV
di Indonesia. Jika diperhatikan, masih minim film, drama dan syair bahasa Arab
yang ditayangkan di berbagai TV di Indonesia di mana mayoritas penduduknya
beragama Islam.
Kedelapan, mengintensifkan
kerjasama dengan pihak luar, termasuk dalam kerjasama ini melibatkan Kementerian
Luar Negeri, agar pos-pos yang bernuansa bahasa dan sastra Arab dapat diisi
oleh para lulusan BSA, yang meminati karir di bidang diplomasi dan politik.
Jika program peminatan atau konsentrasi yang terkait dengan bahasa dan Sastra
Arab dapat dikembangkan, maka peluang untuk memperoleh lapangan pekerjaan bagi
alumni BSA menjadi lebih terbuka dan kompetetif. Oleh karena itu, pembenahan
internal, terutama penjaminan mutu akademik dan peningkatan kapasitas dan kapabilitas
SDM yang mengabdikan diri pada BSA mutlak harus didisiplinkan, baik dari segi
keilmuan maupun kesejahteraannya.
Kesembilan,
saatnya mahasiswa BSA yang memiliki hobi suka menulis dan ingin banyak uang,
tidak salah jika ingin mencoba menjadi blogger dengan memilih topik blog dalam
bahasa Arab yang tentunya akan dibaca oleh seluruh orang dari seluruh dunia.
Dilansir dari situs Forbes, banyak sekali blog/website yang dapat menghasilkan
uang dari internet seperti Huffington Post ($ 14 juta/bulan), Mashable ($ 2
juta/bulan), dan seterusnya. Akan tetapi untuk menjadi blogger tidaklah mudah,
diperlukan ketekunan, kesabaran dan kerja keras untuk mendatangkan pengunjung
blog yang banyak.
Kesepuluh,
Freelance Writer, menjadi pilihan bagi mahasiswa maupun lulusan BSA yang ingin
bekerja tidak terikat dengan waktu dan bisa dikerjakan dimana saja. Terlebih
bahasa Arab yang banyak digunakan di seluruh dunia sebagai bahasa internasional,
sehingga tak heran jika Freelance Writer menjadi prospek dan peluang kerja bagi
mahasiswa dan lulusan BSA. Freelance writer dapat bertugas menulis suatu
majalah atau publikasi online melalui situs penyalur freelance, seperti UpWork,
Freelancer, Indeed, dan lain-lain. Bagi mahasiswa BSA bisa bekerja part time
sebagai Freelance Writer.
Kesebelas, Dosen/Guru/Pendidik.
Semakin hari semakin banyak yang ingin belajar bahasa dan sastra Arab. Hal itu
tentu membutuhkan seorang pengajar bahasa dan Sastra Arab. Nah mahasiswa dan
lulusan BSA bisa mengambil peran menjadi pengajar bahasa dan sastra Arab.
Menjadi pengajar adalah peluang yang tepat dalam memilih peluang kerja bagi
lulusan BSA.
Keduabelas, ahli
bahasa. Untuk menjadi ahli bahasa, maka mahasiswa harus menguasai bahasa dengan
baik. Seorang sarjana BSA memiliki peluang untuk menjadi ahli bahasa Arab. Ahli
bahasa berbeda dengan penerjemah karena ahli bahasa bertugas dalam mempelajari
dan meneliti tentang bahasa, terutama bahasa Arab.
Ketigabelas,
Organisasi dan Lembaga Internasional. Banyak sekali lembaga maupun organisasi
internasional yang membutuhkan lulusan BSA dalam pekerjaannya. Lembaga
internasional tersebut tentunya menangani berbagai masalah yang ada di dunia,
seperti ASEAN, WHO yang menangani bidang kesehatan, UNESCO yang menangani
bidang pendidikan, dan lain sebagainya.
Keempatbelas,
Diplomat. Prospek kerja lulusan BSA tentu sangat besar untuk menjadi diplomat
dengan kemampuan bahasa Arabnya. Tugas seorang diplomat adalah mewakili suatu
Negara untuk melakukan diplomasi atau mewakili Negara dalam suatu pertemuan.
Seorang diplomat harus mampu melakukan negosiasi yang terbaik, sehingga Negara
yang diwakilinya dapat memperoleh keuntungan darinya.
Kelimabelas,
Editor atau Penyunting. Pekerjaan ini menjanjikan lulusan BSA. Editor atau
penyunting bahasa Arab berperan dalam membaca dan menilai naskah, kemudian
mengedit, mengoreksi tulisan berbahasa Arab. Editor di sini dapat berupa editor
majalah, buku, artikel website dan sebagainya.
Keenambelas,
PNS. Pegawai Negeri Sipil tetap menjadi idola bagi masyarakat Indonesia,
terutama lulusan BSA. Hal ini dikarenakan PNS merupakan profesi yang dikenal
dengan jaminan masa tua yang jelas dan menjadi pekerjaan yang mapan. Walaupun
gaji PNS tidak sebesar gaji dari swasta, akan tetapi PNS mempunyai tunjangan
yang lumayan.
Ketujuhbelas, Tour
Guide atau pemandu wisata. Pekerjaan ini memjadi popular di kalangan
lulusan BSA. Banyak bermunculan tempat wisata yang tentunya mendatangkan orang
Asing yang memerlukan penjelasan mengenai wisata tersebut dalam bahasa Arab
yang mudah dipahami. Sebagai mahasiswa BSA memiliki peluang untuk bekerja part
time untuk menjadi seorang tour guide atau pemandu wisata di lokasi
wisata.
Kedelapanbelas,
Bekerja di Perusahaan Besar. Perusahaan tentunya membuka lebar peluang kerja
lulusan BSA yang ingin berkarir di tempatnya. Perusahaan tentunya akan melibatkan
pihak luar atau perusahaan skala internasional yang memerlukan komunikasi
bahasa Arab.
Kesembilanbelas,
Wirausaha. Bagi lulusan BSA yang berani mengambil keputusan ingin bekerja
mandiri maupun mendirikan perusahaan dapat menjadi wirausahawan atau
wirausahawati. Lulusan BSA tentu berpeluang besar dalam menjalankan bisnis yang
digelutinya. Apalagi dengan kemampuan bahasa Arabnya yang sangat mumpuni.
Kemampuan bahasa Arab sangat penting dalam membawa pengusaha untuk melancarkan
bisnisnya hingga di kancah internasional.
Keduapuluh, Public
Relation. Lulusan BSA dapat menjadi public relation, walaupun
pekerjaan ini cenderung merupakan prospek kerja dari ilmu komunikasi. Public
relation berperan dalam mengurus dan mengkoordinasikan semua hal yang
berkaitan dengan komunikasi, baik di dalam maupun luar dari suatu perusahaan.
Keduapuluh satu,
Jurnalis. Bagi lulusan BSA yang menyukai media cetak maupun media online, tentu
peluang kerja lulusan BSA sangat terbuka lebar. Jurnalis bertugas dalam
mengumpulkan dan menulis informasi atau berita di suatu surat kabar maupun
media online. Bahasa Arab menjadi kelebihan lulusan BSA jika menekuni dunia
jurnalis di lingkup internasional.
Keduapuluh dua,
Dubes. Lululusan BSA akan berpeluang untuk menjadi duta besar Indonesia di
Negara lain. Tentu bagi lulusan yang ingin ke luar negeri dan mewakili Negara
Indonesia di kancah internasional. Bahasa Arab menjadi syarat mutlak, walaupun
harus belajar bahasa Asing lainnya sebagai penunjang.
Keduapuluh tiga,
Marketing atau pemasaran. Hal itu menjadi sangat penting dalam
mengenalkan produk barang atau jasa kepada orang lain supaya terkenal. Lulusan
BSA memiliki peluang untuk menjadi marketing atau pemasaran dengan
bahasa Arab yang dikuasainya. Dengan komunikasi bahasa Arab yang baik, tentu
seorang lulusan BSA dapat berperan dalam menyampaikan informasi yang bagus
kepada para calon konsumennya.
F. F. Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan sebagaimana
tersebut di atas, maka disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Tantangan yang kini dihadapi oleh
para mahasiswa BSA di dunia kerja adalah sebagai berikut:
(a) Akibat globalisasi, penggunaan
bahasa Arab fusha di kalangan masyarakat Arab sendiri mulai berkurang frekuensi
dan proporsinya, cenderung digantikan dengan bahasa Arab ‘âmmiyah atau dialek lokal.
(b) Realitas bahasa Arab dewasa ini
juga dihadapkan pada tantangan globalisasi, tepatnya tantangan pola hidup dan
kolonialisasi Barat, termasuk penyebarluasan bahasa Arab di dunia Islam.
(c) Derasnya gelombang pendangkalan
akidah, akhlak, dan penjauhan generasi muda Islam dari sumber-sumber ajaran
Islam melalui pencitraan buruk terhadap bahasa Arab.
(d) Agenda neokolonialisasi
globalisme yang dilancarkan Barat terhadap dunia Islam dewasa ini dimaksudkan
untuk membunuh karakter dan identitas budaya, terutama Arab.
(e) Upaya penggantian huruf Arab
dengan Latin, bahasa Arab pada lembaga pendidikan di dunia Islam juga mulai
digeser –meskipun belum sampai digantikan—oleh bahasa Inggris atau Perancis
sebagai bahasa pengantar untuk pembelajaran sains.
(f) Berbagai siaran langsung olah
raga di dunia Arab, terutama sepakbola, yang disiarkan dari Barat (liga
Inggris, Spanyol, Italia, Perancis, atau Belanda) sudah banyak menggunakan
bahasa Inggris.
(g) Program tayangan televisi di
dunia Arab juga sudah banyak dipengaruhi oleh gaya dan pola hidup Barat yang
sekuler dan materialistik. Akibatnya, minat dan motivasi untuk mempelajari
bahasa Arab secara serius menjadi menurun.
(h) Kecenderungan berbahasa Arab
âmmiyah tampaknya lebih didasari oleh kepentingan dan tujuan pragmatis, yaitu:
komunikasi lisan yang lebih mengutamakan aspek kepraktisan, simpel, dan cepat.
(i) Orientasi studi bahasa Arab pada
lembaga pendidikan di Indonesia tampak masih mendua dan setengah-setengah:
antara orientasi kemahiran, dan orientasi kailmuan.
(j) Kebijakan pendidikan dan
pengajaran bahasa Arab di madrasah dan lembaga pendidikan lainnya, selama ini,
juga tidak menentu.
(k) Rendahnya minat dan motivasi
belajar mahasisiwa bahasa dan sastra Arab untuk mengambil jalan yang serba
instan, tanpa menulis proses ketekunan dan kesungguhan. Hal ini terlihat dari
karya-karya dalam bentuk makalah dan skripsi
yang agaknya cenderung merosot atau kurang berbobot mutunya.
(l) Mahasiswa yang sudah berada di
dunia bahasa dan sastra Arab seakan tidak betah dan ingin mencari dunia lain.
2.
Peluang yang kini dimiliki oleh
para mahasiswa BSA di dunia kerja adalah sebagai berikut:
(a)
Peluang untuk pengembangan bahasa
dan Sastra Arab semakin terbuka.
(b)
Meningkatkan tradisi penelitian
di bidang bahasa dan sastra Arab.
(c) Intensifikasi penerjemahan
karya-karya berbahasa Arab, baik penerjemahan berupa novel, buku, tulisan dan
sebagainya ke dalam bahasa Indonesia dan/atau sebaliknya.
(d) Sebagai Interpreter yang bertugas
menerjemahkan bahasa Arab secara lisan dan langsung tanpa menulisnya.
(e) Pengembangan media dan teknologi
pembelajaran bahasa dan Sastra Arab.
(f) Sudah saatnya mahasiswa BSA
melahirkan karya-karya ilmiah dari hasil
penelitian, penulisan jurnal, penulisan buku kesusastraan Arab, dan
sebagainya yang dapat memberikan pencerahan bagi masyarakat.
(g) Mahasiswa BSA turut serta dalam
pengembangan produk ekonomi kreatif, seperti membuat film, drama dan syair
bahasa Arab fusha yang ditayangkan di berbagai TV di Indonesia.
(h) Mengintensifkan kerjasama dengan
pihak luar, termasuk dalam kerjasama ini melibatkan Kementerian Luar Negeri,
agar pos-pos yang bernuansa bahasa dan sastra Arab dapat diisi oleh para
lulusan BSA, yang meminati karir di bidang diplomasi dan politik.
(i) Saatnya mahasiswa BSA yang
memiliki hobi suka menulis dan ingin banyak uang, tidak salah jika ingin mencoba
menjadi blogger dengan memilih topik blog dalam bahasa Arab yang tentunya akan
dibaca oleh seluruh orang dari seluruh dunia.
(j) Menjadi Freelance Writer yang
bertugas menulis suatu majalah atau publikasi online melalui situs penyalur
freelance, seperti UpWork, Freelancer, Indeed, dan lain-lain.
(k)
Dosen/Guru/Pendidik.
(l)
Ahli bahasa.
(m) Banyak Organisasi dan Lembaga
Internasional seperti ASEAN, WHO, UNESCO, dan lain sebagainya yang memerlukan
lulusan BSA.
(n)
Diplomat.
(o)
Editor atau Penyunting.
(p)
PNS.
(q)
Tour Guide atau pemandu
wisata.
(r)
Bekerja di Perusahaan Besar.
(s)
Berwirausaha.
(t)
Public Relation.
(u)
Jurnalis.
(v)
Dubes.
(w)
Marketing atau pemasaran.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Muri Yusuf, Kiat
Sukses dalam Karir, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002.
Abdul
Wahab, Muhbib, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Jakarta:
UIN Press, 2008.
Arsyad,
Azhar, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003.
Bakalla, MH., Pengantar
Penelitian Studi Bahasa Arab, Terj. dari Arabic Culture, Through Its Language
and Literature oleh Males Sutiasumarga, Jakarta: Hardjuna Dwitunggal, 1984
Hakim, Atang Abd. dan Jaih
Mubarak, Metodologi Studi Islam, Bandung: Rosdakarya, 2008.
Hilary
Wise, Arabic at a Glance, (New York: Barron’s Educational Series, 1987.
Ibn Fâris,
al-Shâhibî fi Fiqh al-Lughah wa Sanan al-‘Arab fi Kalâmihâ, Beirût:
‘Muassasah Badrân, 1963.
Mukram, Abd al-‘Âl Sâlim, al-Lughah
al-‘Arabiyyah fi Rihâb al-Qur’an al-Karîm, Kairo: ‘Alam al-Kutub, 1995.
Sujono
Susarseno, “Pengenalan Dunia Kerja” dalam http://novalgnxitkj1.blogspot.com/2017/01/pengenalan-dunia-kerja.html. Diakses 9 September 2019.
Syâhîn,
'Abd al-Shabûr, Fi ‘Ilm al Lughah al-Âmm, Beirut: alRisâlah, 1984.
Syubar,
Sa’îd, al-Mushthalah Khiyâr Lughawî wa Simah Hadlâriyyah, Qatar: kitab
al-Ummah, Edisi 78, 2000.
W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di
Institusi Pendidikan, Jakarta: Gramedia, 1997.
[1]Disampaikan
pada Acara Workshop Kesusastraan Arab Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab (BSA)
Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Metro, 11 September 2019.
[2] W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di
Institusi Pendidikan, (Jakarta: Gramedia, 1997), hal. 609.
[3]Harjono, “Kesiapan
Peserta Didik untuk Memasuki Dunia Kerja” dalam
http://search.incredibar.com. Diakses
tanggal 9 September 2019.
[5] Sujono Susarseno,
“Pengenalan Dunia Kerja” dalam http://novalgnxitkj1.blogspot.com/
2017/01/pengenalan-dunia-kerja.html. Diakses 9 September 2019.
[6] Sujono Susarseno,
“Pengenalan Dunia Kerja” dalam http://novalgnxitkj1.blogspot.com/
2017/01/pengenalan-dunia-kerja.html. Diakses 9 September 2019.
[7]Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan
Metode Pengajarannya, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), h. 2
[8] Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan
Metode Pengajarannya, h. 2
[9] Hilary Wise, Arabic at a
Glance, (New York: Barron’s Educational Series, 1987), h. 1
[10]
Mukram, Abd al-‘Âl Sâlim, al-Lughah al-‘Arabiyyah fi Rihâb al-Qur’an
al-Karîm, Kairo: ‘Alam al-Kutub, 1995), hal. 3
[11] Syahin,
Abdushobur, Fi ‘Ilm al Lughah al-Âmm, (Bairut: al-Risâlah,1984), hal. 215.
[12] Abdul Wahab, Muhbib, Epistemologi
dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta: UIN Press, 2008), hal.
99
[13] Ibn Fâris, al-Shâhibî
fi Fiqh al-Lughah wa Sanan al-‘Arab fi Kalâmihâ, (Beirût: ‘Muassasah
Badrân, 1963), hal. 16
[14]
Bakalla, MH., Pengantar Penelitian Studi Bahasa Arab, Terj. dari Arabic
Culture, Through Its Language and Literature oleh Males Sutiasumarga,
(Jakarta: Hardjuna Dwitunggal, 1984), hal. 1.
[15]
Syubar, Sa’îd, al-Mushthalah Khiyâr Lughawî wa Simah Hadlâriyyah, (Qatar:
kitab al-Ummah, Edisi 78, 2000), hal. 12.
[16] Syâhîn, 'Abd
al-Shabûr, Fi ‘Ilm al Lughah al-Âmm, (Beirut: al-Risâlah, 1984), hal. 45