Wednesday, July 25, 2007

Lumpur Lapindo

REFLEKSI SETAHUN BENCANA NASIONAL

LUMPUR PANAS LAPINDO

[Dampak dan Solusi]

Oleh : Khoirurrijal, S.Ag, M.A.*

* Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro Lampung, Pemerhati Masalah-masalah Pendidikan, Bahasa, Sosial Kemasyarakatan dan Keagamaan.

Bencana Nasional, Luapan lumpur panas yang terjadi di Desa Ronokenongo, Siring, Jatirejo dan Kedungbendo, Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur, masih terus terjadi. Sudah setahun lebih sejak akhir Mei 2006 lalu hingga kini, semburan itu belum tertangani dengan tuntas.

Ada kesan ketidakberdayaan pemerintah dalam penanganan bencana ini, terlebih yang berkaitan dengan masa depan para korban yang sampai saat ini berada dalam pengungsian darurat, sebagian kalangan menganggap presiden telah melakukan kekeliruan struktural dalam penanganan bencana alam, akibat keputusannya dalam mempertahankan perpres no. 83 tahun 2005, peraturan ini disinyalir tidak bisa menanggulangi bencana secara efektif, padahal keberlarutan bencana dan musibah memiliki dampak yang serius bagi lingkungan hidup, sosial masyarakat, maupun sosial ekonomi para korban.

Dampak Yang Timbul

Sekurang-kurangnya ada empat hal dampak yang timbul dari bencana lumpur Lapindo ini. Pertama: Selain merusak lingkungan hidup, lumpur panas tersebut juga sangat membahayakan kesehatan warga setempat, yaitu bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan dan iritasi kulit. Lumpur itu mengandung bahan karsinogenik yang jika menumpuk di dalam tubuh dapat menyebabkan penyakit kanker; bisa juga menurunkan tingkat perkembangan kecerdasan otak, khususnya anak-anak. (Falery Mustika,12/09/2006)

Kedua: jalannya pendidikan terhambat, karena beberapa bangunan infrastruktur sekolah yang rusak berat.

Ketiga: transportasi, di samping telah menenggelamkan rumah-rumah penduduk, bangunan infrastruktur sekolah, pabrik, kantor, dll, luapan lumpur juga mengganggu lalu lintas darat daerah tersebut.

Keempat: sosial masyarakat, di samping kerugian sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia, ternyata warga desa yang tertimpa bencana juga harus rela kehilangan pekerjaan. Ini menjadi pelengkap penderitaan para korban yang sampai sekarang masih hidup dalam pengungsian.

Menurut Greenomics (11/08/2006), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan hidup, kerugian akibat semburan lumpur itu diperkirakan menembus Rp 33,27 triliun. Angka itu mencakup kerugian yang harus ditanggung untuk memulihkan lagi (restorasi) 180 hektar lebih lahan yang tergenang lumpur, penanganan sosial, ekologi sampai dampak terhambatnya potensi pertumbuhan ekonomi dan bisnis warga dan dunia usaha yang menjadi korban luapan lumpur panas. Perhitungan yang dibuat Greenomics sendiri hanya mencakup kerugian jangka pendek. Artinya, nilai kerugian ini masih mungkin lebih besar lagi jika terjadi perluasan dampak turunan luapan lumpur dalam jangka menengah dan panjang.

Solusi Agama [Islam]

Apabila dicermati, ada tiga hal penting yang perlu ditemukan solusinya berkenaan dengan banjir lumpur Lapindo ini. Pertama: berkaitan dengan solusi jangka pendek, Islam telah menetapkan bahwa wajib hukumnya menyelesaikan suatu bencana sesegera mungkin. Karena banjir lumpur ini bukan bencana alam biasa, seperti gempa, gunung meletus, dan sejenisnya, maka pihak yang menjadi penyebab utama bencana tersebut harus bertanggung jawab. Faktanya, pihak yang 'berkonstribusi' terhadap bencana ini adalah PT Lapindo serta pemerintah pusat dan daerah. Dalam hal ini, PT Lapindolah yang telah melakukan pengeborannya, sedangkan Pemerintah memberikan izinnya. (Eramuslim.com, 01/09/06).

Dengan demikian, secara praktis Pemerintah harus ikut bertanggung jawab menanggulangi bencana ini. Dengan keterlibatan Pemerintah secara langsung, segala sesuatu yang berkaitan dengan korban bencana ini dapat dipantau setiap waktu. Pemerintah bisa menugaskan TNI yang secara fisik memiliki kemampuan untuk menghadapi medan bencana. Pemerintah juga bisa mengumpulkan para ahli geologi, lingkungan, dan kesehatan untuk sesegera mungkin mengatasi musibah ini. Semua ini merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah dalam mengurus dan mengayomi rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda: Al-Imâmu râ’in wa huwa mas’ûlun ‘an raiyyatihi (Imam/penguasa adalah pengurus rakyat; ia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya). (HR Muslim).

Adapun pihak PT Lapindo harus dikontrol oleh Pemerintah untuk menanggung segala biaya dalam penanggulangan bencana ini serta memberikan ganti rugi yang sesuai terhadap para korban. Perusahaan yang menjadi induk PT Lapindo, yaitu PT Energi Mega Persada Tbk (EMP) yang berafiliasi dengan Group Bakri, juga sepenuhnya ikut bertanggung jawab terhadap masalah ini.

Kedua: berkaitan dengan solusi jangka menengah atau jangka panjang, hendaknya Pemerintah melakukan perombakan secara fundamental terhadap sektor ekonomi Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Semua bentuk privatisasi/swastanisasi pengelolaan sumberdaya alam milik masyarakat harus dihapuskan. Sebab, melalui privatisasi/swastanisasi, kekayaan milik umum/rakyat berpindah menjadi milik individu/swasta. Pada saat yang sama, lewat privatisasi/swastanisasi, Pemerintah justru melepaskan peranannya dalam berbagai pengelolaan ekonomi, khususnya menyangkut sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak. Betapa banyak Pemerintah memberikan izin berbagai pengelolaan kekayaan alam milik masyarakat kepada pihak swasta, bahkan swasta asing. Selain PT Lapindo, perusahaan multinasional seperti Exxon Mobil, Caltex, Atlantic Richfield (melalui Arco Indonesia), dll sudah sejak lama menjarah seluruh kekayaan migas Indonesia. Belum lagi izin Pemerintah yang telah diberikan kepada pihak swasta/asing yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam yang lainnya, seperti pengelolaan tambang emas di bumi Papua yang diserahkan kepada perusahaan Amerika PT Preefort, yang juga telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat parah di Papua. Apalagi terbukti pemerintah telah memberikan 812 izin eksplorasi kepada pihak asing, meliputi 75% wilayah Indonesia. Dari data tersebut 10% diantaranya sudah beroperasi. (Jaknews.com)

Syariah Islam telah menjelaskan bahwa seluruh kekayaan yang oleh Allah dan Rasul-Nya dinyatakan untuk masyarakat banyak terkategori sebagai barang milik umum. Kekayaan tersebut berupa: (1) Fasilitas umum, seperti jalan raya, padang rumput, dll; (2) Barang tambang yang jumlahnya cukup besar seperti migas, emas, perak, dll; (3) Sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh individu secara perorangan (Lihat: Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm). Islam melarang individu/sekelompok orang/swasta untuk menguasai ketiga jenis kekayaan milik masyarakat tersebut.

Nabi saw. bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Ibn Abbas: Al-Muslimûna Syurakâ’un Fî Tsalâtsin : Fî al-mâ’i wa al-kal-i wa an-Nâri (Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu: air, padang rumput/hutan, dan api/energi). (HR Ahmad).

Kepemilikan umum ini harus dikelola hanya oleh negara, yang hasilnya harus diberikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum. Karena itu, pengelolaan sumberdaya alam milik umum yang berbasis swasta (corporate based management) yang terjadi selama ini harus diubah menjadi pengelolaan kepemilikan umum oleh negara (state based management), dengan tetap berorientasi pada kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

Ketiga: tidak ada istilah santai dalam penanganan bencana Lumpur, kerja keras menjadi keharusan, apa pun dalihnya keteledoran dalam penanganannya adalah salah satu bentuk pelecehan terhadap bangsa. Sebuah bangsa yang sedang dilanda multi bencana dan membutuhkan keseriusan dalam penanganannya.

Penutup

Pemerintah walaupun telah memutuskan bencana Lumpur Lapindo sebagai bencana nasional, namun bukan berarti pengalokasian dana bantuan untuk para korban akan dapat mencukupi dengan keputusan tersebut. Sekitar 25 ribu korban membutuhkan tiga hal yang harus segera dipenuhi. Pertama: pekerjaan, lapangan pekerjaan harus disiapkan oleh pemerintah daerah maupun pusat, tidak kurang dari 30 pabrik dengan 1.873 tenaga kerja terhenti aktivitasnya akibat bencana ini, alternatif lain pemerintah mengadakan program transmigrasi khusus korban bencana lumpur ke daerah lain. Kedua: kesehatan, sangat naif jika upaya perbaikan kondisi masyarakat korban bencana tanpa dibarengi dengan pelayanan kesehatan yang memadai, sebagai gambaran efek buruk yang terjadi adalah mewabahnya berbagai penyakit yang diakibatkan bencana, maka otomatis pembasmian wabah tersebut harus diprioritaskan. Ketiga: bantuan dana untuk para korban, dana ini tidak harus berupa uang tunai, akan tetapi bisa berupa modal usaha dalam bentuk barang atau pinjaman lunak.

Setidaknya laporan media yang meliput buruknya kondisi hidup para pengungsi bencana Lumpur, menjadi bukti kuat akan perlunya perhatian ekstra pemerintah terhadap pengelolaan bencana. Walaupun di satu sisi group Bakri sebagai induk perusahaan yang bertanggung jawab telah menyanggupi untuk mengalokasikan dana sebesar 7 triliun sebagai konpensasi masyarakat yang terkena bencana, dan perusahaan Multi indah menyetujui untuk menyumbang 5 miliar sebagai usaha pemulihan kondisi lingkungan, namun hal ini tidak akan banyak manfaatnya jika tidak dibarengi dengan langkah nyata pengembalian kelayakan hidup korban sekaligus pengadaan lapangan kerja bagi mereka yang telah kehilangan pekerjaan.

Kesengsaraan hidup yang dialami masyarakat saat ini sesungguhnya merupakan dampak dari ideologi dan sistem Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini sekaligus merupakan akibat ditinggalkannya ideologi dan sistem aturan yang diberikan Allah SWT. Karena itu, sudah saatnya kita mengubur ideologi dan sistem Kapitalisme itu dari kancah kehidupan kita, dan membangun sistem ekonomi syari’ah yang sesuai dengan aturan Allah SWT.

Monday, July 16, 2007

اللغة

مفهومها وخصائصها ووظائفها وتعليمها

بقلم: خير الرجال

أ - المقدمة

منذ وقت طويل عملت دول كثيرة على تعليم لغتها لغير الناطقين بها، ومن ثم نشر ثقافتها وحضارتها وتأكيد وجودها أمما حيّة تصنع الحياة وتقود ثقافة العالم وحضارته. ولقد أخذت الأمم في وقتنا الحاضر تتنافس في تعليم لغاتها ونشر ثقافاتها باعتبار أن اللغة امتداد لكيانها، ووجه معبر عن ثقافتها وحضارتها ومكانتها في العالم، مسلمة بأن اللغة من أهم المعايير التي تقاس بها فاعلية الأمم في مضمار التقدّم والحضارة والتأثير والتأثّر.

والدول العربية مثلا، عملت على تعليم لغتها لغير الناطقين بها تعليما مستمرّا حتى أيّامنا هذه، وكما نعلم أن اللغة العربية هي إحدى اللغات العالمية أعزها الإسلام، فكان انتشار الإسلام إيذانا بانتشارها لغة خطاب بين الناس، وبقيام حضارة عربية إسلامية عريضة. وهي - كذلك - لغة حديثة ولغة أدب وتأليف، وهلمّ جرّا. والحديث عن اللغة العربية نفسها يتطلب منّا أن نتحدث - كذلك عن مفهوم اللغة وخصائصها ووظائفها وتعليمها.

ب- مفهوم اللغة

إن كلمة اللغة لها معنيان: معنى لغوي؛ وهو ما تسجله معاجم اللغة، وآخـر اصطلاحي؛ وهو ما يتقن عليه بين العلماء والجمهور أو بين العلماء فقط.

أوّلا: المعنى اللغوي لكلمة اللغة:

لغا: اللَّغْو واللُّغَا: السقيط وما لا يعتد به من كلام وغيره، ولا يحصل منه على فائده ولا نفع. قال الله تعالى في كتابه الكريم: (لا يؤاخذكم الله باللغو في أيمانكم، ولكن يؤاخذكم بما كسبت قلوبكم، والله غفور حليم)، واللغو في الأيمان ما لا يعقد عليه القلب.

وقال الشافعي كما ورد في لغات العرب للدجني: «اللغو في لسان العرب، الكلام غير المعقود عليه».

2- اللُّغَا: ما لا يعد من أولاد الإبل في دية أو غيرها لصغرها وشاة لَغْو ولَغا.

قال ذو الرمة: «يهلك وسطها المرئي لغوا كما ألغيت في الدية حوارا».

3- الإسم والخطأ، قال الأصمعي كما ورد في "لغات العرب" للدجني «لَغَا يَلْغُو إذا حلف يمينًا بلا اعتقاد، وقيل معنى اللغو الإسم، ويقال لَغَوْتُ باليمين. وقيل: لَغَا في القول يَلْغُو ويَلْغَى لغًا ولَغِيَ بالكسر يَلْغِي ومَلْغَاةً أخطأ وقال باطلاً».

قال رؤبة ونسبه ابن بري للعجاج:

ورُبَّ أسرابِ حَجَيْجٍ كُظَّمِ عن اللّغَا ورَفْثِ التَّكلُّمِ

وكلمة لاغية: فاحشة، كما قال الله تعالى في التنـزيل العزيز: (لا تسمع فيها لاغية)، أي كلمة قبيحة أو فاحشة ونباح الكلب لَغْوٌ أيضا، وقال: قلنا للدليل أقم إليهم، فلا تُلْغَى لغيرهم كلاب.

4- إبطال الشيء: ألغيت الشيء: أبطلته وكان ابن عباس رضي الله عنهما يلغى طلاق المكره أي: يبطله وألغاه من العدد.

5- اللغة: اللُّسُن وحَدَّها أنها أصوات يعبر بها كل قوم عن أغراضهم، وقيل: أصلها لُغَيٌّ أو لُغُوٌ، و الهاء عوض وجمعها لُغَى، والجمع لغات بالضم ولغون.

6- اللغة: اسم ثلاثي على وزن فُعة، أصله لُغْوَة علـى وزن فُعْلة، فحذفت لامه، وهو من الفعل الثلاثي المتعدّي بحرف: لغا بكذا، أي تكلم؛ فاللغة هي التكلم، أي الإنساني .

ثانيا: معنى اللغة اصطلاحا

وأما معنى اللغة اصطلاحا، وهناك معان، منها:

1- قال ابن جني، إن اللغة: «أصوات يعبر بها كل قوم عن أغراضهم».

2- وقال ابن خلدون في تعريف معنى اللغة: «اعلم أن اللغات كلها ملكات شبيهة بالصناعة إذ هي ملكات في اللسان للعبارة عن المعاني، وجودتها وقصورها بحسب تمام الملكة أو نقصانها، وليس ذلك بالنظر إلى المفردات، وإنما هو بالنظر إلى التراكيب».

3- وقال ابن حزم، إن اللغة: «ألفاظ يعبر بها عن المسميات، وعن المعانى المراد إفهامها، ولكل أمة لغتهم».

4- وقال الجرجاني في تعريف معنى اللغة: «ما يعبر به كل قوم عن أغراضهم».

5- وقال عبد الوهاب هاشم، إن اللغة: «نظم متوافقة من الرموز الصوتية الإرادية العرفية لتلبية الاحتياجات الفردية والاجتماعية».

6- وقال العصيلي، إن اللغة: «أصوات وألفاظ وتراكيب، تسير وفق نظام خاص بها، لها دلالات ومضامين معينة، يتصل بها الناس فيما بينهم، ويعبرون بها عن حاجاتهم الجسدية، وحالاتهم النفسية، ويستخدمونها في أنشطتهم الفكرية والعلمية، ويحفظون بها تاريخهم وتراثهم وعلومهم».

7- وقال عادل خلف في تعريف معنى اللغة: «نظام إنساني من الرمز الصوتي متفق عليه كل في بيئته للتعبير عن المعنى والاتصال، ويتعدد بتعدد بيئات الاتفاق».

8- وقال إبراهيم أنيس في تعريف معنى اللغة: «نظام عرفي لرموز صوتية يستغلها الناس في الاتصال بعضهم ببعض».

وإذا أدمجنا هذه التعريفات، فإننا نصل إلى التعريف المركب الآتي :

اللغة أصوات وألفاظ وتراكيب ملكات.

اللغة نظم متوافقة.

اللغة تدل على الرموز الصوتية الإرادية العرفية.

اللغة تتعدد بتعدد بيئات الاتفاق.

اللغة تستعمل في الاتصال الفردي والاجتماعي.

ولكن اللغة نفسها وحدة واحدة، كما قال رشدي أحمد طعيمة:

«اللغة وحدة واحدة وكل متكامل، وما فنون اللغة إلاّ اللغة نفسها، وما تقسيمها إلى فروع إلاّ تلبية لمتطلبات تعليمية، تتعلق بخطة الدراسة وبعض الإجراءات التنظيمية التي لا تؤثرفي فلسفة النظرة إلى اللغة، إن فنون اللغة أربعة، هي: الاستماع والكلام والقراءة والكتابة، وبين كل منها علاقات معينة».

ج- خصائص اللغة العربية

اللغة العربية منظومة كبرى، لها أنظمة متعددة، فلها نظامها الصوتي الموزع توزيعا لا يتعارض فيه صوت مع صوت، ولها نظامها التشكيلي الذي لا يتعرض فيه موقع مع موفع، ولها نظامها الصرفي الذي لا تتعرض فيه صيغة مع صيغة، ولها نظامها النحوي الذي لا تتعرض فيه قاعدة مع قاعدة، ولها بعد ذلك نظام للمقاطع، ونظام للنبر، ونظام للتنغيم، فهي منظومة كبرى يؤدّي كل نظام منها وظيفته بالتعاون مع النظم الأخرى.

اللغة العربية لها خصائص، منها :

تمايز اللغة صوتيا؛ إذا قيس اللسان العربي بمقاييس علم اللغات، فإنه يحقق لنا أن نعتبر اللغة العربية أوفى اللغات جميعها، وذلك تبعا لمقياس جهاز النطق في الإنسان، كما يقول عباس محمود العقاد: «تستخدم هذا الجهاز الإنساني على أتمه وأحسنه، ولا تهمل وظيفة واحدة من وظائفه، كما يحدث ذلك في أكثر الأبجديات اللغوبة بين حرفين»، فقد اشتملت على جميع مخارج الأصوات التي اشتملت عليها أخواتها السامية، وزادت عليها بأصوات كثيرة لا وجود لها في واحدة منها، مثل: الثاء، والذال، والغين، والضاد، والخاء، والظاء.

ارتباط الحروف والكلمات بالمعاني؛ اختلف الباحثون في هذه الظاهرة اللغوية، وهي ظاهرة ارتباط الحروف والكلمات بالمعاني، فمنهم من أيدها، ومنهم من رفضها، بيد أننا يمكن أن نشير إلى أن هناك ارتباطا بين الحروف ودلالة الكلمات في العربية، فقد ذكر علماء العرب من الأمثلة ما جعلهم يميلون إلى الاقتناع بوجود التناسب بين اللفظ ومدلوله في حالتي البسط والتركيب، وطوري النشأة والتوليد، وصورتي الذاتية والاكتساب، ومن هذه الأمثلة في حالة البسط رأوا الحرف الواحد وهو جزء من الكلمات يقع على صوت معين ثم يوحي بالمعنى المناسب، مثل: صعد وسعد، فجعلوا الصاد لأنها أقوى لما فيه أثر مشاهد يرى، فجعلوا السين لما لا يظهر ولا يشاهد حسا. ومن ذلك: خضم وقضم، فالخضم لأكل الربط الطري كالبطيخ والقثاء، والقضم للصلب اليابس، نحو قضمت الدابة شعيرها. ومثل النضح والنضخ، فالنضخ للماء ونحوه، والنضح للماء الضعيف، والنضخ أقوى من النضح، قال الله تعالى: (فيهما عينان نضاختان) ، فجعلوا الحاء لرقتها للماء الضعيف، والخاء لغلظها لما هو أقوى منها. ولكن هذه الخاصية ليست شائعة في كل الحروف العربية.

تميز اللغة العربية؛ الأصل في كل لغة أن يوضع فيها اللفظ الواحد لمعنى واحد، ولكن ظروفا تنشأ في اللغة تؤدّي إلى تعدد الألفاظ لمعنى واحد، أو تعدد المعانى للفظ واحد، والأول هو الترادف، والثاني هو الاشتقاق، والترادف هو: ألفاظ متعددة متحدة المعنى وقابلة للتبادل فيما بينما في أي سياق.

وأسباب ظهور الترادف في اللغة العربية، هي:

1-) احتكاك لغة قريش باللهجات العربية الأخرى نقل إليها مفردات هذه اللهجات.

2-) جامعي المعجمات لم يأخذوا عن قريش وحدها، بل أخذوا عن قبائل أخرى كثيرة.

3-) إن جامعي المعجمات لشدة حرصهم على تسجيل كل شيء سجلوا كل المفردات.

اللغة العربية لغة اشتقاقية؛ إذ هي عبارة عن توليد لبعض الألفاظ من بعض، والرجوع بها إلى أصل واحد، يحدد مادتها، ويوحي بمعناها المشترك الأصيل، مثلما يوحي بمعناها الخاص الجديد.

تتميز اللغة العربية بأنها لغة إعراب؛ يعتبر الإعراب من خصائص اللغة العربية، ومراعاته تعد الفارق الوحيد بين المعاني المتكافئة في اللفظ، إذ أنه عن طريق الإعراب يمكن تمييز الكلام، وفي ذلك يقول ابن فارس: «من العلوم الجليلة التي خصت به العربية الإعراب الذي هو الفارق بين المعاني المتكافئة في اللفظ، وبه يعرف الخبر الذي هو أصل الكلام، ولولاه ما ميز فاعل من مفعول، ولا مضاف من منعوت، ولا تعجب من استفهام، ولا نعت من توكيد».

اللغة العربية قادرة على مواجهة التغيرات التي تصيب المجتمع؛ فهي كوعاء يمكنها استيعاب كل هذه التغيرات، ففيها الخشونة والرقة، وفيها العذوبة والغلظة، وهي مرنة نستطيع أن تأخذ من اشتقاق الألفاظ ما يعطيها غني وثروة، ويمكننا أن تشتق لكل جديد من التغيرات ألفاظا تلائمة مثل: اختيارها (للتليفون) اسم الهاتف، و(للراديو) اسم المذياع، و(للتليفزيون) اسم التلفاز، فالجديد تخضعه لأوزانها واشتقاقاتها، وبهذا أمكنها ويمكنها أن تستوعب كل جديد، وتقدر على مواجهة التغيرات التي تصيب المجتمع العربي.

د- وظائف اللغة

إن الإنسان يعيش عيشة جماعية مع مجموعة من الجنس البشري، تربطه بهم عوامل متعددة من النسب والجوار، واتحاد الغايات والآمال والآلام والعواطف، وغير هذا من الروابط الاجتماعية؛ وهو لذلك في أشد الحاجة إلى أن يتفاهم مع هذه المجموعة؛ لتستقيم حياته، وتنتظم أموره؛ ولا نستطيع أن نتصور مجموعة من الناس، يمكنها الاستغناء عن وسيلة للتفاهم بينها، ولا شك أن المجموعات البشرية قد جهدت منذ العصور التاريخية الأولى - في سبيل الوصول إلى هذا التفاهم المنشود، ولعلها تدرجت في هذه السبـيل، فاتخذت من الإشارات والحركات والأصوات والرموز وسائل تعين على تحقيق هذا التفاهم بينها، ثم انتهت هذه الجهود المتصلة، باستخدام اللغة وسيلة لهذا التفاهم.

واللغة كما عرفنا، أنها أهم ما وصل إليه الإنسان من وسائل التفاهم؛ لما تمتاز به من اليسر والوضوح، ودقة الدلالة، ولأن كثيرا من العواطف والمعاني الوجدانية لا يمكن التعبير عنها إلاّ باللغة وغير ذلك من المزايا. وتكون هذه اللغة وظيفة كبرى في الحياة الفردية والاجتماعية.

وظيفة اللغة في حياة الفرد

عرفنا أن اللغة هي وسيلة لاتصال الفرد بغيره، وعن طريق هذا الاتصال يدرك حاجاته ويحصل مآربه، كما أنها وسيلته في التعبير عن آلامه وآماله وعواطفه، وهذه الترجمة عما يخالج النفس من الميول والانفعالات، تعد من أظهر الفوارق بين الإنسان وغيره من الأحياء، واللغة تهيئ للفرد فرصا كثيرة متجددة للانتفاع بأوقات الفراغ، عن طريق القراءة، وزيادة الفهم للمجتمع الذي يزيد إنتاجه الفكري يوما بعد يوم، واللغة أداة الفرد حين يحاول إقناع غيره في مجالات المناقشة والمناظرة وتبادل الرأي في أمرحيوي.

وهي أداة كذلك حين يريد التأثير في جماعة؛ ليسلكوا سبيله، وينهجوا نهجه فيما يدعوهم إليه.

واللغة كذلك أداة التفكـير، والصلة بين اللغة والفكر صلة وثيقة محكمة؛ لأن الفكرة منذ إشراقها في الذهن تظل عامة شائعة، يعوزها الضـبط والتحديد، حتى تجد الوسيلة التي تعبر عنهان من لغة، أو رسم أو نموذج، ودور اللغة في هذا التعبير له المقام الأول، ولذا يقال: التفكيركلام نفسي، والكلام تفكير جهري.

ومن أهم ما يفيده الفرد من اللغة تغذية الجانب العاطفي عن طريق التذوق الجمالي للآثار الأدبية، ووظيفتنا في المدرسة لا تقف عند تمكين التلميذ من التعبير السليم، بل يجب أن نأخذه بسلامة الذوق وجمال التعبير؛ واللغة وسيلة الفرد للاستفادة من تجارب الجنس البشري وثمار القرائح والعقول، عن طريق القراءة والاستماع.

كما أن اللغة للإنسان أشبه بجهاز عصبي آخر، مع الجـهاز العصبي الذي منحه؛ إذ نستطيع باللغة أن ننبه إنسانا إلى خطر لا يراه فيتجنبه،كما يستطيع الفرد عن طريق القراءة أن يرى صورا ومناظر لا تتهيأ له رؤيتها، وباللغة يستمع الإنـسان بوسائل التسلية والترفية. فيبتهج ويضحك كأنه يرى ما يبهج ويضحك.

وظيفة اللغة في حياة المجتمع

إن اللغة وسيلة اجتماعية، وأداة للتفاهم بين الأفراد والجماعات، وهي سلاح الفرد في مواجهة كثير من المواقف الحيوية، التي تتطلب الاستماع، أو الكلام، أو القراءة، أو الكتابة. وهذه الفنون الأربعة أدوات هامة في إتمام عملية التفاهم من جميع نواحيها، ولا شك أن هذه الوظيفة من أهم الوظائف الاجتماعية للغة.

ومن الوظائف الاجتماعية للغة اتخاذها أداة للدعاية، فالخطب، والمقالات، والنشرات، والإذاعة، والمؤلفات،كلها وسائل لغوية لهذه الدعاية، التي أصبح لها شأن خطير في الحياة الإنسانية، وقد أثبتت الحروب الحديثة أن الدعاية سلاح تعتمد عليه الدولة المحاربة، وأنه قد يفوق أنواع الأسلحة الأخرى، في تحطيم قوي الأعداء.

واللغة كذلك من أهم وسائل الارتباط الروحي بين أفراد مجتمع معين، وقد تختلف مجموعات من الدول في البيئة، أو الجنس، أو الدين، أو في غير ذلك من الفوارق الاجتماعية والاقتصادية، ولكنها تظل متحدة متماسكة إذا كانت لغتها واحدة، وأظهر مثال لذلك الأمة العربية، وكذلك الإنجليز والأمريكيون؛ وبهذا نفسر حرص الدول الاستعمارية على نشر لغاتها في الأمم التي تستعمرها؛ لأنها تكتسب بهذا الغزو اللغوي قلوبا وميولا، ربما لا تحصل عليها بطريق العنف، واستعمال القوي المادية.

واللغة أيضا عامل هام في حفظ التراث الثقافي والحضاري، ونقله من جيل إلى جيل، والمشاركة في تنمية هذا التراث للأجيال المستقبلة.

وقد بدأ المفكرون ينظرون إلى اللغة على أنها من أهم العوامل التي يمكن استخدامها في تحقيق فكرة التقارب والتفاهم العالمي؛ وذلك بتبادل الآداب المختلفة، والدراسات الاجتماعية كالتاريخ والاجتماع والتربية الوطنية، وغير ذلك مما يوضح آمال الشعوب وطبائعها، وعواطفها، ومزاياها، وكل هذا يساعد على تقريب وجهات النظر بين الشعوب المختلفة.

هـ- تعليم اللغة

عرفنا أن التعليم أنه «مساعدة شخص ما على أن يتعلم كيف يؤدي شيئا ما، أو تقديم تعليمات، أو التوجيه في دراسة شيء ما، أو التزويد بالمعرفة، أو الدفع إلى الفهم والمعرفة».

وإنه لا يعني مجرد توصيل معلومات أو معارف من معلم إلى متعلم، بل أنه عملية أكبر من ذلك، إذ تستهدف به الكشف عما لدى التلاميذ من استعدادات وقدرات، ومساعدتهم على استغلالها في أقصى طاقاتها حتى يعلموا أنفسهم بأنفسهم.

ويستلزم ذلك من منهج اللغة العربية الآتية:

1- تنمية إمكانات التعلم الذاتي عند التلاميذ، والتركيز على مهارات تحصيل المعرفة، وتحـويل موطن الاهتـمام من زيادة كم المعرفة إلى أسلوب تحصيلها.

2- النظر إلى شخصية التلميذ ككل تتكامل فيه الجـوانب المعرفية والوجـدانية والمـهارية، إن اللغة أداة تهذيب وتربية وتكوين قيم واتجاهات وميول بمثل ما هي أداة توصيل للمعلومات والمعارف، مما يساعد على التغيير الفعال فـي شخصـيات التلامـيذ، وتمكينهم من الاستـخدام الأمثل للغة في مختلف المجالات.

إن تعليم اللغة العربية لغيرالناطقين بها يحتاج إلى دراسة حالة، ويتم تعلّمها بحسب الأسس الآتية:

ما كان أوضح وأقرب إلى الوضوح، كان أقرب إلى التعلم، وأرسخ في أذهان المتعلمين. هذا يعني بالضرورة أن المتعلمين يلتقطون اللغة الثانية بمقدار جوانب وضوحها لديهم. وهذا يعني كذلك أن هؤلاء المتعلمين يتفاوتون من شخص إلى آخر، في تبين جوانب الوضوح؛ فما كان واضحا بالنسبة إلى أحدهم، قد لا يكون كذلك، بالنسبة إلى الآخرين بالضرورة. وهنا تتدخل متـغيرات أخرى كعامل السن، والاستعداد، والذكاء، وأثر البيـئة المحلية، وأثر الأسرة، إلى غير ذلك من العوامل التي تتحرك بصفتها متـغيرات متفاوتة التأثير.

كلما كان المتعلم أقدر على تفسير الظاهرة اللغوية، كان أقدر على تعلمها. وهذه مسألة نسبية دون شك. فالتفسير المقصود يتناسب مع مستوى المتعلم؛ مستواه العمري، ومستواه العقلي، ومستواه المهاري، وحتى أوضح ما أعنيه بمسألة تفسير الظاهرة. لو أن متعلما طلب إليه أن يفسر شيئا لم يفهمه، فلن يستطيع أن يفسره، فضلا عن أن ينطلق لسانه به. وهنا لا بد أن تلتحم اللغة مع الظاهرة إلتحاما تكامليا، يجمع بينهما وعي واحد، مؤداه أن اللغة هي الصورة التعبيرية عن الظاهرة، ومعنى ذلك أن اللغة يجب أن تكون تعبيرا عن الواقع الذي يراه المتعلم، بعيدة عن التجريد غير القابل للتفسير، بعيدة عن الربط العقلي المجرد الذى يحتاج إلى قدر كبير من التأمل والتفكير. وهذا لا يعني أن نضع الحواجز والعراقيل أمام المتعلمين، وبخاصة إذا كانوا صغارا. الأمر ليس كذلك ولكن المقصود أن نجعل اللغة في لسان المتعلمين قادرة على تفسير ما يرونه والتعبير عنه.

ما اتصل بالذاكرة القصيرة أكثر من غيره، كان أقرب منه إلى التعلم، المقصود بالذاكرة القصيرة: ما تخـتزنه ذاكرتنا من معلومات بصورة مؤقتة، لا حاجة بعدها إلى خزن هذه المعلومات.

يحدث التنامي في تعلم اللغة الثانية بصورة متدرّجة.

و- الاختتام

نكتفي دراستنا عن اللغة: مفهومها وخصائصها ووظائفها وتعليمها، ونستخلص من تلك الدراسة فيما يلي:

إن كلمة اللغة لها معنيان: معنى لغوي واصطلاحي.

اللغة العربية لها خصائص، منها :

أ - تمايز اللغة بالصوت.

ب- تمايز اللغة بارتباط الحروف والكلمات بالمعاني.

ج- تمايز اللغة بوجود الترادف والاشتقاق.

اللغة العربية لغة اشتقاقية.

اللغة العربية لغة إعراب.

اللغة العربية قادرة على مواجهة التغيرات التي تصيب المجتمع.

وظيفتان في اللغة، هما وظيفة في حياة الفرد ووظيفة في حياة المجتمع.

منهج تعليم اللغة العربية:

أ - تنمية إمكانات التعلم الذاتي عند التلاميذ، والتركيز على مهارات تحصيل المعرفة، وتحـويل موطن الاهتـمام من زيادة كم المعرفة إلى أسلوب تحصيلها.

ب- النظر إلى شخصية التلميذ.

المراجع

ابن منظور، لسان العرب، لبنان : طبعة يوسف خياط وطبعة دار صادر، 1955.

ابن خلدون، مقدمه، ج 1، ط 4، بيروت لبنان : دار الكتب العلمية، 1978.

ابن حزم، الإحكام في أصول الأحكام، ج 1، القاهرة : دار الفكر، 1978.

إبراهيم أنيس، اللغة بين القومية والعالمية، القاهرة: دار المعارف، 1970.

أبو الفتح عثمان بن جني، الخصائص، ج 1، بيروت لبنان : دار الكتب العربي، 1952.

أحمد فؤاد محمود عليان، المهارات اللغوية؛ ماهيتها وطرائق تدريسها، الرياض : دار المسلم، 1413 هـ.

أحمد ابن فارس، الصاحبي في فقه اللغة وسنن العربية في كلامها، القاهرة : المكتبة السلفية، 1328هـ.

تمام حسان، مناهج البحث في اللغة، القاهرة : الأنجلو المصرية، 1955.

دوجلاس براون، أسس تعلم اللغة وتعليمها، بيروت : دار النهضة العربية،1994

رمضان عبد التواب، فصول في فقه العربية، القاهرة : مكتبة الخانجي، 1980.

سمير شريف استيتية، اللسانيات : المجال والوظيفة والمنهج، الأردن : عالم الكتب الحديث، 2005.

السيد الشريف الجرجاني، التعريفات، تونس، 1971.

صبحي الصالح، في فقه اللغة، ط 6، بيروت : دار العلم للملايين، 1976.

عادل خلف، اللغة والبحث اللغوي، بيروت : مكتبة الآداب، 1994.

عبد الوهاب هاشم، محاضرات في تدريس اللغة العربية، أسيوط: مطبعة سمكة، 1989.

عبد العزيز بن إبراهيم العصيلي، أساسيات تعليم اللغة العربية للناطقين بلغات أخرى، مكّة المكرّمة: جامعة أم القرى، 1423هـ.

عباس محمود العقاد، أشتات مجتمعات في اللغة والأدب، ط 5، القاهرة : دار المعارف، 1982.

عبد العليم إبراهيم، الموجه الفني لمدرسى اللغة العربية، مصر : دارالمعارف، 1978.

علي عبد الواحد وافي، فقه اللغة، ط 8، القاهرة : دار نهضة مصر، د.ت .

فتحي عبد الفتاح الدجني، لغات العرب وأثرها في التوجيه النحوي، الكويت : مكتبة الفلاح، 1981.

محمود رشدي خاطر وآخرون، تعليم اللغة العربية، القاهرة : سجل العرب، 1985.

ناصرعبد الله الغالي وعبد الحميد عبد الله، أسس إعداد الكتب التعليمية لغير الناطقين بالعربية، القاهرة : دار الاعتصام، 1991.

Friday, July 6, 2007

المدارس اللسانية

المدارس اللسانية

بقلم: خير الرجال

(مدرس بالجامعة الإسلامية الحكومية "جوري سيوو" ميترو، لامفونج - إندونيسيا)

أ‌- المقدمة

قبل أن نتحدث عن المدارس اللسانية، جدير بنا أن نعرف تعريف اللسانية نفسها، لكي لا نقع في الخطأ. فاللسانية عند أحمد محمد قدّور في الحديث عن تعريف اللسانية[1]: «العلم الذي يدرس اللغة الإنسانية دراسة علمية تقوم على الوصف ومعاينة الوقائع بعيدا عن النزعة التعليمية والأحكام المعيارية». وكلمة "علم" الواردة في هذا التعريف لها ضرورة قصوى لتمييز هذه الدراسة من غيرها، لأن أول ما يطلب في الدراسة العلمية هو اتباع طريقة منهجية والانطلاق من أسس موضوعية يمكن التحقق منها وإثباتها.

والعلم بحث موضوعة دراسة طائفة معينة من الظواهر لبيان حقيقتها وعناصرها ونشأتها وتطورها ووظائفها والعلاقات التي تربط بعضها ببعض، والتي تربطها بغيرها، وكشف القوانين الخاضعة لها في مختلف نواحيها.[2]

سنتناول في هذا البحث عن المدارس اللسانية. ونبدأ الحديث أولاّ عن المدارس اللسانيات العربية، ثم بعد ذلك عن المدارس اللسانية الغربية.

ب- المدارس اللسانية العربية

إن علماء العرب، مثل الجاحظ والجرجاني والسكاكي وابن خلدون هم الذين أسّسوا المدارس اللسانية العربية، وبإمكاننا أن نتحدث عنهم في هذا الحديث بداية من المدرسة البيانية مع الجاحظ ثم مدرسة النظم مع الجرجاني ثم المدرسة الشمولية مع السكاكي لنصل إلى المدرسة الارتقائية مع ابن خلدون.

1- المدرسة البيانية مع الجاحظ

كان من الأصح أن نقول المدرسة البيانية -التبيينية- حتى نلتزم بعبارة الجاحظ وبفكره كما كانا في عنوان كتابه المشهور «البيان والتبيين»، لأن إتباع التبيين للبيان الذي كان بالإمكان الاستغناء عنه في العنوان طلبا للاختصار دفع بالجاحظ إلى تجشم المسالك الوعرة لاستيعاب مدارك الكلام في جميع مضانها، لأن البيان إن كان يعبر بالخصوص عن هذه الظاهرة اللسانية الإنسانية التي تمثل الأمانة التي عرضها الله على السماوات والأرض فأبين أن يحملنها وأشفقن منها وحملها الإنسان لأنه كان ظلوما جهولا، وهي بالتالي ظاهرة غيبية بالدرجة الأولى، فإن التبيين موضوع من الجاحظ لوصف العلاقات اللسانية التي تجري في عالم الشهادة وتجمع بين المتكلم والمخاطب وتنقل البيان إلى بلاغة، والكلام إلى رسالة مع ما تتضمنه الرسالة من إلقاء وتلقي ورموز ومعاقد وحال ومقال ومقام كما تشرحه اليوم اللسانيات الحديثة.[3]

والتأمل في حقيقة الكلام وفي كيفية إنشائه وتطويره وعلاقته بالإنسان منذ بدء الخليقة إلى أن صار بلاغة في سياسة الكون والكلام. كل هذا ضمنها في كتابيه «البيان والتبيين» و«الحيوان»، وقد اعتمد في ذلك على ما جاء في القرآن خاصة مما جعله أول ممثل للمدارس الكلامية المستمدة من القرآن الكريم.[4]

بدأ الجاحظ بتلخيص أنواع الدلالات في خمسة لا تزيد ولا تنقص، هي: اللفظ ثم الإشارة ثم العقد ثم الخط ثم النصبة. وسر هذا التصنيف لا يزال لغزا، لكن يبدو أنه قائم على النظرة الارتقائية التي تتلخص في عبارة «العالم الصغير سليل العالم الكبير» الشهيرة عنده حيث ينحدر اللفظ من الإشارة، والإشارة من العقد، والعقد من الخط، والخط من النصبة.[5]

2- مدرسة النظم مع الجرجاني

النظم كما تصوره الجرجاني يعني كيفية تركيب الكلام انطلاقا من الجملة البسيطة ليصل إلى نظم القرآن في تراكيبه الصوتية والدلالية والنحوية والبلاغية والأسلوبية والغيبية الإعجازية. والنظم باختصار يعني تأليف الحروف والكلمات والجمل تأليفا خاصا يسمح للمتكلم والسامع أن يرتقيا بفضل بديع التركيب إلى مدارك الإعجاز في المعاني علما بأن المعاني تملأ الكون وتعمر الفضاء واختيار تركيب من التراكيب في النص كاختيار مسلك من المسالك في البر والبحر قد يؤدي بالسالك يعني المتكلم إما إلى الوصول إلى الغاية التي يقصدها في بر النجاة أو إلى الضلال والهلاك، والنظم كالبناء والنسج يتم في معاقد النسب والشبكة، فمعاقد النسب تبرم الخيوط التي تذهب طولا، ومعاقد الشبكة تبرم الخيوط التي تذهب عرضا، فإذا نسجت خيوط الطول في خيوط العرض حصل النظم.[6]

3- المدرسة الشمولية مع السكاكي

كتاب السكاكي «مفتاح العلوم في البلاغة»، كان له تأثير كبير على الأجيال التالية، فصارت آراؤه مرجعا للدارسين جعلته أكبر مدرسة لسانية في العربية، ولا يعرف الدارسون مدرسة مماثلة لها من حيث الاتساع والشمول في الثقافات الأخرى.

وقد صنف السكاكي العلوم اللسانية في شكل شجرة أصلها ثابت في قواعد اللغة وفروعها في السماء تشمل جميع أنواع الكلام.[7]

والتطور يشمل أولا فرعين: النحو والصرف، ثم يرتقي النحو والصرف إلى درجة البلاغة، فيخلف علم المعاني «النحو» وعلم البيان «الصرف»، ويخلف مقتضى الحال في البلاغة مقتضى الوضع في النحو بإدراج المنطق والاستدلال في العملية عملية التحويل كما يدرج مع مقتضى الحال مقتضى المقام ومقتضى المقال، ويرتقي من البلاغة إلى علوم الأسلوب في مستوى علم البديع، فيخلف البيان المحسنات اللفظية والمعاني المحسنات المعنوية، ولا يعرف العلماء عندنا حتى الآن أن انتقال السكاكي من البيان إلى المعانـي ليس شيئا آخر سوى انتقال من علم البلاغة إلى علم الأسلوب الذي أصبح علما قائما بذاته اليوم، وجعل الكثير من الأدباء واللسانيين لا يميزون بين الطائف الدقيقة في البلاغة والأسلوب، وجعلهم يعدون الوجوه البديعية زبدا رابيا يذهب جفاء ولا ينفع الناس. وقد ساهم بعض أصحاب البديع بتصنعهم وتكلفهم في تأكيد هذا الانطباع، وبعد البديع يرتقي الكلام إلى مرتبة الشعر مع العروض والقافية. فالعروض يخلف التراكيب النحوية والمعنوية، والقافية تخلف البيان، وعند اكتمال هذه الطبقات كلها ينتقل إلى الأدبية. ومفهوم الأدب يجمع بين القول والعمل يعني بين التربية [التأديب] والقول الحسن، وليس فوق الأدب إلاّ الإعجاز القرآنـي الذي ينقل القول والفعل الحسن إلى مدارك الغيب حيث يلتقي صواب القول بصواب العمل، فيحصل الإعجاز كما يتلخص في صورة الشجرة التالية [8] :

الإعجاز

الأدب

الشعر

العروض القافية

الأسلوب

المحسنات المعنوية المحسنات اللفظية

البلاغة

المعاني البيان

الاستدلال المنطق

النحو

التراكيب الوضعية الصرف

اللغة

وهكذا يطمح السكاكي في مفتاحه إلى النفاذ إلى جميع العلوم اللسانية والغيبية.

4- المدرسة الارتقائية مع ابن خلدوت

إن النظرية الارتقائية مبنية على طبقات خمس متراصفة يعبر عنها ابن خلدون بالأطوار، ويقصد بالطور الفترة الزمنية التي ينتقل فيها الكائن لسانيا كان أو إنسانيا أو حيوانيا من صورته الأولى إلى صورة أخرى كما أن لو كان حقيقة أخرى وليست تطورا داخليا لحقيقة واحدة تنتقل من طور إلى طور حتى تنتهي إلى غايتها.[9]

والطور عند ابن خلدون هو الحال عند البلاغيين، وقد أخذوه عن المتصوفة ووظفها ابن خلدون لبناء نظرية التحصيل وهي تنص على أن المعنى ينشأ أول ما ينشأ عن الفعل، فإذا تكرر الفعل صار صفة، وإذا تكررت الصفة صارت حالا (أعني صفة غير ثابتة)، وإذا تكررت الحال صارت ملكة (أي مقاما كما يقول المتصوفة).[10]

والنظام الخماسي هذا يجري في تسلسل مطرد من أسفل إلى أعلى صعودا، ومن أعلى إلى أسفل نزولا في صورة هرمية أو في شكل شجرة أصلها ضيق وهو واسع، وفرعها واسع وهو ضيق دقيق، هذه الشجرة هي المنوال الذي رصت فيه جميع المعاني التي تعمر الكون كلمات كانت أم أشخاصا وأشياء.

وهي أعيان متفرقة، إذا جمعت ونظمت شكلت أكوانا متراصفة في منوال عمراني واحد، إذا ركبت في الأفعال كانت عمرانا فعليا، وإذا ركبت في أفكار وألفاظ لسانية كانت عمرانا فكريا وكلاميا. والذوات التي في آخر كل أفق من العوالم مستعدة لأن تنقلب إلى الذوات التي تجاورها من الأسفل والأعلى استعدادا طبيعيا كما في العناصر الجسمانية البسيطة وكما في النخل والكرم من آخر أفق النبات مع الحلزون والصدف من أفق الحيوان، وكما في القردة التي استجمع فيها الكيس والإدراك مع الإنسان صاحب الفكر والروية.[11] وهذا لا يعني أكثر مما يعنيه مبدأ «العالم الصغير سليل العالم الكبير» الذي بنى عليه الجاحظ نظريته.

وهذا التطور الارتقاؤي إذا طبقناه على الكلام كان الارتقاء كالتالى،ففي الأسفل نجد الدلالات التي لا تتحدد أبعادها إلاّ إذا أدرجت في شبكة نحوية، والشبكة النحوية لا تظهر قيمتها الكلامية إلاّ إذا أدرجت في الطبقة التي فوقها طبقة البلاغة. والبلاغة التي هي مطابقة الكلام لمقتضى الحال ترتقي إلى طبقة الأسلوب التي تجمع العبارة البلاغية وتضيف إليها البديع أي إبداعات المتكلم، لأن الأسلوب هو العلامات الدالة على شخص المتكلم أو الصانع للعمران.[12]

وكيفية صنع التراكيب الكلامية ككيفية صنع التراكيب العمرانية تخضع للذكاء والحذق، ولذلك فكر ابن خلدون في الجمع بين التراكيب العمرانية والتراكيب اللسانية في علم واحد للتراكيب سماه فقه التراكيب.[13] ففقه التراكيب هو كل شيء في نظرية ابن خلدون. والتراكيب الارتقائية هي وحدها التي تمكن من الارتقاء إلى مدارك الأعجاز في القرآن الكريم بحيث يمكن القول أن التراكيب المعنوية تبدأ عند العناصر العليا المؤلفة لنظم القرآن الذي لا تدركه إلاّ خواص النفوس.

وهذه التراكيب أوسع من أن يحاط بها في قواعد معينة وهي التي يجب تعليمها للناشئة بالجمع فيها بين التراكيب اللسانية والتراكيب العملية كما تجري بالفعل في الواقع اليومي الميداني وفي العلاقات بين الأشخاص في الأحوال والمقامات التي يعيشون فيها، وهي خلاصة منوال ابن خلدون.

وفقه التراكيب يتلخص في نظر ابن خلدون في مفهوم الأسلوب، وهو أسمى ما توصل إليه التفكير الخلدوني في لسانيته الارتقائية.[14]

هذه هي شجرة البلاغة والعمران عند ابن خلدون كما قد ذكر في كتاب المدارس اللسانية في التراث العربي وفي الدراسات الحديثة، لمحمد الصغير بناني[15]:

الشعر العلمي

الأسلوب الصناعي

البلاغة الحضري

النحو السياسي

متن اللغة البدوي

البلاغة والعمران

ج- المدارس اللسانيات الغربية

لقد لاقت آراء سوسير[16] ونظرياته، في النصف الأول من القرن العشرين من النجاح قسطا عظيما، بين عدد كبير من الدارسين وكانت معينا لعدد من المدارس قامت على المبادئ النظرية التي أرسى سوسير قواعدها، والأسس المنهجية التي سطر معالمها ووضعها.[17] ومن تلك المدارس اللسانية الغربية، هي :

1- المدرسة البنيوية (structuralisme) مع سوسير

البنيوية مفهوم يطلق حسب الأشخاص والأحوال على مدارس لسانية مختلفة وهو يستعمل أحيانا لتعيين واحدة أو أكثر من المدارس أو لتعينها جميعا، لأن لها مجموعة من التصورات والمناهج التي يشملها مفهوم البنية في اللسانيات.[18]

فإذا أبعدنا في الوقت الحاضر البنيوية التحويلية (التابعة للنحو التوليدي)، فإن المدارس المختلفة التي تتمثل فيها هي التوزيعية والوظيفية والنسقية. وهي التي تتأسس عليها اللسانيات لدراسة العبارات المنجزة بالفعل. فاللسانيات تسعى هكذا إلى وضع نظرية لدراسة النص المنجز بعد إنهائه وغلق باب تراكيبه باستعمال منهج تحليلي (شكلي) يقوم على شكل النص (من صورته الخارجية)، و بهذا تطرح البنيوية أولا مبدأ الحضور والشهادة يعني الوجود في النص. فالعالم اللساني يقف عند حدود العبارة المنجزة بالفعل (في مدونة) محاولا تفسير البنية يعني هندسة العناصر الموجودة داخل النص وقيامها بذاتها.[19] وبالعكس فإن كل ما يمس بالتعبير (كيفية تحقيق العبارة) خاصة صاحب العبارة (وفاعلها) والحال التي أنجز فيها النص فتترك على جانب، لأنها تعتبر ثابتة وغير متبدلة، لكن يجب الإشارة إلى وجود خلافات جوهرية حول الموضوع، فمدرسة براغ وعلى رأسها ياكوبسن وبنفنيست تهتم بدراسة علاقة المتكلم بكلامه يعني وظيفة الكلام وكيفية التعبير عنها. أما أتباع دي سوسير (كشارل بالي خاصة) فيقترحون لسانيات تنطلق من اللفظ (يعني القول) وهي ذات أهمية وترفض اللسانيات التي تنظر إلى اللغة وحدها. وعكسها نجد بلومفيلد الذي يرى أنه يستحيل تحديد المعنى وعلاقة صاحب النص بالكون الواقعي، قائلا أن هناك عوامل كثيرة تتدخل في نسج العبارة مما يعجز على حصرها ويستحيل ضبط خصوصيتها ووصف العلامات البارزة التي لها دور في تأليف المقام. وهناك خاصية أخرى هامة للبنية هي التمييز بين معاقد الكلام فـي مختلف وجوهها وبين إنجازها أقوالا[20] ويترتب عن هذا أننا نستخلص من النص أو من النصوص المختلفة الناجمة عن ألفاظ القول نظاما للغة.

وهكذا يتعين علينا دراسة نظام اللغة كما يجري في لحظة من اللحظات عند مطابقتها لمقتضى الحال، وهي دراسة نيرية، لأن الدراسة الزمنية (التاريخية) تبدو متنافية مع دراسة اللغة كنظام.

2- المدرسة النسقية (glossématique) مع هلمسليف

العالم اللساني الدنمركي لويس هلمسليف[21] بكوبنهاجن هو الذي اخترع مفهوم غلوسيماتيك (glossématique) باشتقاقه من الإغريقية غلوسة يعني اللغة لتعيين النظرية المستخلصة من نظرية دي سوسير التي تجعل من اللغة غاية لذاتها لا وسيلة لتحقيق الغاية المقصودة بالكلام.[22]

والغلوسيماتيك تقوم على النقد الحاد للسانيات التي سبقتها وحادت في نظرها عن مجال اللغة بانتصابها خارج الشبكة اللغوية واهتمامها بالإجراءات (غير اللسانية) التي تهدف إلى معرفة مصادرها الأولى ما قبل التاريخ وجوانبها الفيزيائية والظواهر الاجتماعية والأدبية والفلسفية. والنسقية تنتصب على العكس من ذلك داخل اللغة فهي تصدر منها وإليها ولا تخرج عن دائرة اللغة المنظور إليها على أنها حقل مغلق على نفسه وبنية لذاتها وهي تبحث عن المعطيات الثابتة التي تعتمد على الظواهر غير اللسانية، وهي تسعى إلى إبراز كل ما هو مشترك بين جميع اللغات البشرية، وتكون اللغة بسببه هي مهما تبدل الزمن وتغيرت الأحداث. وهكذا تختلف الغلوسيماتك عن النظرة الإنسانية، فمظاهر اللغة لا تبصر إلاّ مرة واحدة ولا تتجدد مثل الظواهر الطبيعية بحيث يمكن دراستها دراسة علمية على العكس من هذه الظواهر اللسانية.[23]

وهكذا تضع الغلوسيماتيك نظرية تتسع إلى جميع العلوم الإنسانية، فكل إجراء عملي يقابله إجراء نظري، و الإجراء يمكن تحليله من خلال العناصر التي يشكلها بكيفيات مختلفة.

والنظرية هذه تهتم قبل كل شيء باللسانيات، فإذا ثبتت نجاعتها توسع بها إلى العلوم الإنسانية الأخرى، ولكي يمكن قبول نتائجها يجب أن تتفق والتجربة الفعلية، وقد أسسها هلمسليف على ما سماه مبدأl’empirisme التجربة الشاهدة[24]، ولكي تتصف بهذه الخاصية يجب أن تكون خالية من كل تناقض وأن تتصف بالشمولية وتكون بسيطة سهلة الإدراك ما أمكن. فالنظرية الاستقرائية التقليدية حسب هلمسليف تدعي الانطلاق من الجزء إلى الكل (من المعطيات الخاصة إلى العامة)، يعني القوانين المنطقية. وهي قبل كل شيء تلخيصية وتعميمية، وهي لا تستطيع تجاوز الظاهرة اللسانية الخاصة، فبعبارات مثل العامل والشرط والماضي والمفعول فيه والاسم والفعل والمبتدأ والخبر لا يمكنها أن تنطبق إلاّ في مجال الإعراب، ولا يمكن قبولها كأقسام لسانية فهي إذا تتناقض مع الوصف اللساني فالغلوسيماتيك تنطلق من النص الملفوظ المعبر أو من جميع العبارات الملفوظة المجعولة للتعبير. وهذا النص قابل للتقسيم إلى أنواع تكون بدورها قابلة للتقسيم إلى أصناف والصنف ينبغي أن لا يحمل تناقضا وأن يكون شاملا. فالأمر يتعلق بوصف المواد ذاتها ووصف العلاقات التي تجمع بينها والتي تسعى اللسانيات إلى وصف علاقاتها وتحديدها. فالموضوع الوحيد والحقيقي للسانيات هو اللغة [25] التي يوجه البحث منها وإليها، فبنية النص اللساني الشاهد في نظر هلمسليف هي الموضوع الوحيد للسانيات.

3- المدرسة الوظيفية (fonctionnelle)مع ياكوبسن[26] ومارتيني[27]

لا شك في أن الاتجاه الوظيفي بدأ يبرز إلى الوجود وتتكون ملامحه في حلقة [مدرسة] براغ [التشيكوسلوفاكية] التي استفادت من آراء دي سوسير بقدر ما استغلت منطلقاتها النظرية في أعمالها وكونت لنفسها نظرية لغوية.[28] على أنها لم تحدد منهجها إلاّ بالانطلاق من تحديد للغة باعتبارها نظاما وظيفيا يرمي إلى تمكين الإنسان من التعبير والتواصل.

فإذا كان دور اللغة هو توفير أسباب التواصل فإن دراسة اللغة ينبغي أن تراعي ذلك، فكل ما يضطلع بدور في التواصل ينتمي إلى اللغة وكل ما ليس له مثل هذا الدور فهو خارج عنها، وبعبارة أخرى فإن العناصر اللغوية هي التي تحمل شحنة إعلامية، أما التي لا يمكن أن نعتبرها ذات شحنة إعلامية فلا يعتد بها اللغوي، فالأولى وحدها هي التي لها وظيفة.

وقد اعتمدت مدرسة براغ هذا المنطلق لتدريس خاصة الأصوات وتضبط منهجا للتمييز بين ما هو وظيفي فيها وما ليس وظيفيا، وكان تروباتزكوي هو الذي بلور فـي أجلى مظهر نتائج أعمالها في كتابه : مبـادئ الأصـوات الوظيفية (principes de phonologie) [29].

على أن النظرية الوظيفية لم تتبلور في كل مظاهرها مع مدرسة براغ، فقد تواصل بناؤها وصقلت مبادؤها ومفاهيمها في فرنسا عن طريق أندري مارتيني خاصة.

ويمكننا أن نستخلص مما كتبه أندري مارتيني ثلاثة اتجاهات رئيسية ذات علاقات حميمة فيما بينها كما يلي:[30]

- اتجاه الفونولوجيا (علم الأصوات العام) وتعتني بضبط الأصوات العامة ووصف صورها (الفونولوجيا الوصفية)؛

- اتجاه الفونولوجيا الزمنية (العلم بتطور الأصوات عبر الزمان)؛

- اتجاه اللسانيات العامة.

أما القطب الذي تدور عليه رحى الوظيفية فيتمثل في التقطيع المزدوج: التقطيع الأول ويتناول الكلمات في صورتها اللفظية ومن حيث مضمونها. فبفضل هذا التقطيع يمكن الحصول على تراكيب غير محدودة من العبارات انطلاقا من عدد محدود من المقاطع.[31]

والتقطيع الثاني لا يعني فيه إلاّ بالصورة اللفظية، فاستبدال مقطع صوتي من المقاطع المذكورة بمقطع من نفس النوع لا يؤدي في كل حالة إلى نفس التغيير المعنوي فنقل « ـا» من سال إلى زال، لا يغير صورة المدلولات (التي هي مختلفة في أصلها عكس ما هو الحال عليه في التقطيع الأول حيث يكون كتبتُ/كتبتَ/ كتبتِ نفس اللفظة كتب ألصقت بها أصوات مختلفة: ضمير المتكلم والمخاطب والمخاطبة).[32]

والتقطيع الثاني إن كان يؤدي إلى إنجاز عشرات من المقاطع الصوتية (فونيمات) فهو يؤدي بالخصوص إلى عشرات الآلاف من الدلالات المختلفة وعكس ما يراه ياكوبسن، فإن مارتيني لا يرى من الضروري إدخال تقطيع ثالث يهم الخصائص التي تميز الحروف أما الفونولوجية العامة (علم الأصوات العامة)، فإن مارتيني يرجع المردودية الوظيفية التي هي وظيفة لسانية، إلى اختلاف الأصوات، وانطلاقا من التمييز الهام بين الظواهر الصوتية والظواهر الفونولوجية (الحرفية الوظيفية). يضع مارتيني في تقابل الشروط الضرورية للتوصيل حيث يشترط وجود أقصى ما يمكن من الوحدات التي يشترط فيها أن تكون على جانب أكبر من الاختلاف مقابل بذل أقل ما يمكن من الجهد بعدد من الوحدات الأقل تباينا.[33]

والبحث عن الانسجام بين هذين الشرطين يؤدي إلى الاقتصاد اللغوي أو إلى تحسين المردود الوظيفي. فكل وحدة من وحدات العباراة تصبح خاضعة إلى نوعين من الضغوط المتقابلة[34]:

ضغط نيري ناتج عن تعاقب الألفاظ في سلسلة الكلام وفيه [تجاذب] بين الوحدات المتجاورة وضغط عمودي تفرضه الوحدات أو الكلمات المنحدرة في السدى والتي كان بالإمكان أن تحل في ذلك الموضع.

فالضغط الأول قائم على التماثل والضغط الثاني على التباين، وهذه الاتجاه الوظيفي ينقل نفس الوظيفة إلى التراكيب النحوية. هكذا يميز مارتيني بين الكلمات الوظيفية. فيكون التمييز بين الأدوات التي لها الصدارة وبين الأدوات المتممة التي تأتي في آخر الكلمة أو بين الصيغ الصرفية التي تعين الهيئة أو الجهة أو العدد أو أدوات التعريف والتنكير.

ويعتمد ياكوبسن من جهته على وظائف الكلام (في نظرة المتكلم من كلامه). ونظرة السامع وعلى الرسالة والسياق وعلى الاتصال بين المرسل والمتقبل وعلى معقد الكلام code وكلها تساهم في تحديد الوظيفة الانفعالية أو التعبيرية أو اللفظية الإنشائية أو الشعرية أو وظيفة الحد أو الربط للمعاني فيما بينها.[35]

4- المدرسة التوزيعية (distributionnelle) مع بلومفيلد

صاحب هذه المدرسة التي أنشئت حوالي 1930 بالولايات المتحدة هو بلومفيلد[36] وضعها كمنهج لساني بنائي محض وكرد فعل ضد القائلين بالنحو النظري (المتصور في الأذهان فقط). ورد فعلة هذا انطلق فيه من معطيات التجربة الفعلية التي تبين أن أجزاء الكلام لا تنتظم في اللغة بالصدفة ولا بالاعتباط وإنما بالاتساق مع الأجزاء الأخرى التي تندرج فيها وفي أوضاع بعينها دون أوضاع أخرى وهي ملاحظة قديمة جدا لكنها لم تؤسس كمنهج قائم بذاته إلاّ منذ بلومفيلد وقد تأثر فيها بما كان يشاهد من تعدد اللغات في أمريكا كما تأثر بآراء بيهفيور ونظريته السلوكية التي تجعل ردود الفعل اللسـانية كغيرها من الردود تخضع القانون الإثارة. هناك منبة (إثارة) تؤدي إلى الاستجابة برد الفعل. فالكلام هو الآخر مبني على الإثارة stimulusوالرد (في نوع من العطاء والأخذ للفعل المحرك وفعل الاستجابة من السامع والرسالة الكلامية ينحصر معناها في هذا التبادل بجملة بين المنبه والمجيب، وما الكلام إلاّ تحريك للمعنى وللسامع وارتداد منهما نحو اللفظ والمتكلم. فالأمر يتعلق إذا بوصف أجزاء الكلام التي تحرك وتسبب الإثارة والأجزاء التي تنبه ولا تقتضي الجواب. وهذا يستوجب الانطلاق من مدونة تجمع أصنافا من الكلام في أحوالها ومقاماتها المختلفة لاكتشاف أي الأجزاء يحرك الأجزاء الأخرى، وأيهما لا يحركها عند التركيب، فالعناصر التي يؤدي وجودها بجوار عنصر آخر إلى تغيير البنية يسمى التوزيع (مثل ما تؤدي كيفية توزيع الأوراق في اللعب إلى تغيير اللعبة والنتيجة). فالعناصر التي تحيط بالمنبه وتجعل لدعمه أو لإبطال مفعول البنية هي التي تشكل مادة التوزيع.[37]

5- المدرسة التوليدية(générative) مع تشومسكي

إن أي لغوي في هذه الأيام يقيس مركزه الفكري بالنسبة لمركز تشومسكي[38]، يقال دائما بأن تشومسكي أحدثت ثورة في علم اللغة [39]، ونشر تشومسكي كتابه الأول عام 1957 وكان كتابا ضئيل الحجم مقتضبا، وكانت أفكاره غير مقيدة بالتناول العلمي والفني لقضايا هذا العلم إلى حد ما، ومع ذلك فقد كان الكتاب ثورة في الدراسة العلمية للغة ظل تشومسكي بعدها يتحدث بسطوة منقطعة النظير في كافة نواحي النظرية النحوية لسنوات طويلة.[40]

والنحو التوليدي هو نظرية لسانية وضعها تشومسكي، ومعه علماء اللسانيات فـي المعهد التكنولوجي بماساشوسيت (الولايات المتحدة) فيما بين 1960 و 1965 بانتقاد النموذج التوزيعـي والنموذج البنيوي فـي مقوماتهما الوضعية المباشرة باعتبار أن هذا التصـور لا يصف إلاّ الجمل المنجزة بالفعل ولا يمكنه أن يفسر عددا كبيرا من المعطيات اللسانية مثل الالتباس والأجزاء غير المتصلة ببعضها البعض. فوضع هذه النظرية لتكون قادرة على تفسير ظاهرة الإبـداع لدى المتكلم وقدرته على إنشاء جمل لم يسبق أن وجدت أو فهمت على ذلك الوجه الجديد.[41]

والنحو يتمثل في مجموع المحصول اللساني الذي تراكم في ذهن المتكلم باللغة يعني الكفاءة compétenceاللسانية والاستعمال الخاص الذي ينجزه المتكلم في حال من الأحوال الخاصة عند التخاطب والذي يرجع إلى القدرةperformence الكلامية، والنحو يتألف من ثلاثة أجزاء أو مقومات:[42]

- مقوم تركيبي ويعني نظام القواعد التي تحدد الجملة المسموح بها في تلك اللغة.

- مقوم دلالي ويتألف من نظام القواعد التي بها يتم تفسير الجملة المولدة من التراكيب النحوية.

- مقوم صوتي وحرفي يعني نظام القواعد التي تنشئ كلاما مقطعا من الأصوات في جمل مولدة من التركيب النحوي.

والشبكة النحوية composanteيعني البنية النحوية مكونة من قسمين كبيرين. الأصل الذي يحدد البنيات الأصلية والتحويلات التي تمكن من الانتقال من البنية العميقة المتولدة عن الأصل إلى البنية الظاهرة التي تتجلى في الصيغة الصوتية وتصبح بعد ذلك جملا منجزة بالفعل.[43]

وهكذا يولد الأصل ضربين من التركيب:

أولا: الأم سمعت صوتا

ثانيا: الطفل يغني

والقسم التحويلي للنحو يمكن من القول:

الأم سمعت أن الطفل يغني.

ثم الأم سمعت الطفل يغني.[44]

وليست هذه إلاّ بنية ملتبسة لا تصبح جملة فعلية منجزة إلاّ بنقلها إلى القواعد الصوتية والأصل مكون من قسمين:[45]

أ- القسم أو الأصل التفريعي وهو مجموع القواعد التي تحدد العلاقات النحوية التي هي العناصر المقومة للبنية العميقة وتمثيلها في رموز تصنيفية هكذا:

ت س + ت ف، و ت س هو رمز للصنف الاسمي، و ت ف رمز للصنف الفعلي، والعلاقة النحوية هي علاقة الفعل بالفاعل (ت = تركيب، س = اسمي، ف = فعلي).

ب- المعجم أو قاموس اللغة هو مجموع الوجوه الصرفية المعجمية المحددة في أصناف من الخصائص المميزة، فنجد أن كلمة الأم تحدد في المعجم بأنها اسم مؤنث حي إنساني. فالأصل هو الذي يحدد الرموز: « ال» أداة التعريف، « س» اسم، « ف» فعل في الحاضر. واامعجم يستبدل كل رمز بكلمة من اللغة.

الأم (ال + أم) زمان (ز) أنهت النسج.

قواعد تحويل هذه البنية العميقة إلى بنية ظاهرة

ال + أم انتها + زمان + ال + نسيج (الأم نسجت)

وفي الوقت ذاته تخرج في قواعد صوتية: الأم أنهت النسيج.

فاستنتجنا من خلال الأصل مجموعة من المقومات النهائية (terminales) والمكونات النحوية سواء من حيث العدد أو من حيث الحال.

يضاف إليها الصيغ الصرفية وهي مهيئه لاستقبال المعاني حسب القواعد الموجودة في الصيغ الدلالية ولكي تتحقق تعرض على المنوال التحويلي.

وعمليات التحويل تقلب البنيات العميقة إلى بنيات ظاهرة دون أن تمس بالتحويل أي بالتأويل الدلالي الذي يجري في مستوى البنيات العميقة. أما التحويلات التي كانت وراء وجود بعض المقومات فإنها تتم في مرحلتين إحداهما بالتحويل البنيوي للسلسلة التركيبية لكي نعرف هل هي منسجمة مع تحويل معين ؟ والثاني باستبدال بنية هذا التركيب بالزيادة أو بالحذف أو بتغيير الموضوع أو بالإبدال، فنصل حينئذ إلى سلسلة متتالية من التحويلات تتطابق مع البنية الخارجية، و هكذا يكون حضور العامل المجهول في متتالية الأصل تؤدي إلى تغيرات تجعل من جملة: الأب يقرأ الجريدة / الجريدة قرئت من الأب، وهذه السلسلة من الكلمات المتتالية تحول إلى جملة منجزة بالفعل في المستوى الحرفي والصوتي، وهذه القواعد تحدد الكلمة المشتقة من التصرف في النسيج المعجمي وفي المقومات النحوية وتزودها ببنية صوتية. فالتركيب الحرفي هو الذي يحول المفردة المعجمية «الطفل» إلى جملة من العـلامات الصوتية: ال/طف/ل، وعلى النظرية التوليدية أن تعطينا قاعدة صوتية (عامة) كونية تمكن من وضع قائمة للوجوه الصوتية وقائمة للأنسجة الممكنة في هذه التراكيب باعتمادها على النسخة الأم، أي النسخة الكونية (القادرة على ضبط قائمة بالخصائص الصوتية وقائمة على التراكيب الممكنة بين هذه الخصائص والأنسجة الممكنة التي تلتئم معها.[46]

والخصائص الصوتية والنظرية يجب أن تمدنا بنظرية دلالية كونية قادرة على وضع قائمة بالمفاهيم الممكنة، وتتطلب إذن وجود أصل كوني يكون النسخة الأم التي تولد الخصائص الدلالية. وفي الأخير على هذه النظرية أن تقدم لنا نظرية تضبط التراكيب النحوية أعني (وضع) قائمة بالعلاقات النحوية الأصلية وقائمة بالعمليات التحويلية التي تكون قادرة على إعطاء وصف بنيوي لجميع الجمل، فهذه المواضيع تكون إذن مهام عالمية على النحو التوليدي أن يضبطها في وجوه لسانية كونية في مستوياتها الثلاثة؛ الصوتية والدلالية والتركيبية.

6- المدرسة التحويلية(transformationnelle) مع ز.س. هريس[47]

ويقصد بالتحويل في النحو التوليدي التغيرات التي يدخلها المتكلم على النص فينقل البنيات العميقة المولدة من أصل المعنى إلى بنيات ظاهرة على سطح الكلام وتخضع بدورها إلى الصياغة الحرفية الناشئة عن التقطيع الصوتي.[48]

فالتحويل ينطبق إذن على امتداد الأصوات الملفوظة (أو المكتوبة) المتلاحقة في نص العبارة والميل بها نحو مقامها الأخير في الجملة، يعني الميل بمقال من مقالات النير والاتجاه به نحو نير فرعي يكون هو المقام الأخير.

فالتحويل ومقوماته لا يمس المعنى الأصلي للجمل ولكن صورة المؤشرات التي هي وحدها قابلة للتغيير (ونقصد بالمؤشرات les marqueurs العُقد التي تضفر فيها خيوط الكلام)، فالتحويلات عمليات شكلية محضة تهم تراكيب الجمل المولدة من أصل المعنى وتتم بشغور الموقع أو بتبادل المواقع أو بإعادة صوغ الكلمات أو باستخلافها (حيث يستخلف الطرف المقوم بطرف آخر مكانة أو بإضافة مقوم جديد له).[49]

والتحويلات تتضمن وجهين أساسبين؛ الأول يتم بتحليل البنية، والثاني باستبدال البنية. والتحليل البنائي ينظر في التركيب المولد من الأصل وهل يمكن من الحصول على بنية قابلة للتحويل أم لا. والتحويل البنائي يتمثل في إحداث تغيرات مختلفة وفي إعادة ترتيب البنية ومقوماتها التي هي موضوع التحليل. [50]

هذه هي عبارة مولدة من الأصل المؤلف من:

النفي + الأب + في الحاضر + قراءة + الجريدة، مما يلخص كالتالي:

النفي + نير اسمي + زمان + فعل+ نير اسمي.[51]

فإن هذا التصنيف يؤدي إلى التحويل بالنفي في الجملة التالية:

«الأب لا يقرأ الجريدة»، وهناك تحويل آخر يمس أواخر الكلمات يسمى تحويل العقب terminal يؤدي إلى نقل العقب إلى ما قبل الفعل = يقرأ ـ لا يقرأ، وهي تنشأ بعد أن تتم كل التغيرات بما فيها التغيير الناجم عن مطابقة بين الفعل والفاعل والمبتدأ والخبر مثلا، وهذا التحويل يسمى التحويل النهائي terminal dérivé المشتق من الأصل، ويمثل البنية السطحية للجملة المنجزة بالفعل بعد أن تكون أدرجت في الشبكة الصوتية «الأب لا يقرأ الجريدة».

والتحويل يحمل في الغالب الاسم الناجم عن العملية، و هكذا يسمى التحويل الناشئ عن التعليق بالوصل تحويل وصلي بعد التركيب الاسمي، وهو يؤدي إلى إدراج جملة بالتركيب الاسمي في جملة أخرى، كقولنا: الولد [الذي جاء] يقرأ الجريدة.[52]

وأحيانا يطلق المفهوم على المقوم موضوع التحويل، و هكذا يكون تغيير المقومات في الأفعال الناقصة التي يؤتي بها لتتميم المعنى (كان + كتب) مجعولة لوصف التغيير الذي أدخل على المقوم (يعني أن جملة كان كتب تدل على فعل الكتابة في الماضي فقط، فأصبحت تدل على وقوع الكتابة قبل فعل آخر) بعد إدخال كان على كتب.[53]

د- الاختتام

نكتفي دراستنا عن المدارس اللسانية، عربيةً كانت أم غربيةً، ونستخلص من تلك الدراسة فيما يلي:

1- إن المدارس اللسانية كما سبق درسها، لها تأثيرات كبيرة في بناء اللغة وتطورّها.

2- إن المدارس اللسانية العربية هي: المدرسة البيانية مع الجاحظ، ومدرسة النظم مع الجرجاني، والمدرسة الشمولية مع السكاكي، والمدرسة الارتقائية مع ابن خلدون.

3- إن المدارس اللسانية الغربية، هي :المدرسة البنيوية مع سوسير، والمدرسة النسقية مع هلمسليف، والمدرسة الوظيفية مع ياكوبسن ومارتيني، والمدرسة التوزيعية مع بلومفيلد، والمدرسة التوليدية مع تشومسكي، والمدرسة التحويلية مع ز.س. هريس.

المراجع

أحمد محمد قدّور، مبادئ اللسانيات، بيروت - لبنان : دار الفكر، 9919.

جون ليونز، نظرية تشومسكي اللغوية، ترجمة وتعليق حلمي خليل، ط-1، الأسكندرية: دار المعرفة الجامعيّة، 1985.

جيفري سامبسُون، المدارس اللغوية؛ التطور والصراغ، ترجمة أحمد نعيم الكراعين، ط-1، بيروت: المؤسسة الجامعية للدراسات والنشر والتوزيع، 1993.

عبد العزيز حليلي، قضايا لسانية؛ السوسيولسانيات، التصريف، أقسام الكلام، فاس : أنفو برانت، 1999.

عبد القادر المهيري وآ خرون، أهم المدارس اللسانية، تونس: منشورات المعهد القومي لعلوم التربية، 1986.

علي عبد الواحد وفي، علم اللغة، ط-7، مصر: دار نهضة، د.ت.

محمد الصغير بناني، المدارس اللسانية في التراث العربي وفي الدراسات الحديثة، الجزائر: دار الحكمة، 2001.

ميشال زكريا، الألسنية التوليدية والتحويلية و قواعد اللغة العربية (النظرية الألسنية)، بيروت- لبنان: المؤسسة الجامعية للدراسات والنشر والتوزيع، 1982.

ــــــــ، الألسنية (علم اللغة الحديثة) المبادئ والأعلام، بيروت- لبنان: المؤسسة الجامعية للدراسات والنشر والتوزيع، 1983.



[1] أحمد محمد قدّور، مبادئ اللسانيات، بيروت - لبنان : دار الفكر، 9919، ص 11

[2] علي عبد الواحد وفي، علم اللغة، ط 7، مصر: دار نهضة، د.ت.، ص 24.

[3] محمد الصغير بناني، المدارس اللسانية في التراث العربي وفي الدراسات الحديثة، الجزائر: دار الحكمة، 2001، ص 17.

[4] نفس المرجع

[5] نفس المرجع، ص 18.

[6] نفس المرجع، ص 24-25.

[7] نفس المرجع، ص 41.

[8] نفس المرجع، ص 42-43.

[9] نفس المرجع، ص 52.

[10] نفس المرجع، ص 53.

[11] نفس المرحع، ص 53.

[12] نفس المرحع، ص 54.

[13] نفس المرحع

[14] نفس المرجع، ص 55.

[15] نفس المرجع، ص 57.

[16] ولد فردينان دي سوسير في جنيف عام 1857 من عائلة عريقة أعطت العديد من العلماء، نشر في سنة 1879 رسـالة عنوانها « رسالة في التنظيم البدائي للمصوِّ تات في اللغات الهندو- أوروبية»، في سنة 1880 حصل على درجة الدكتوراه بعد أن تقدم بأطروحته التي تناولت اللغة السنسكريتية، ُطلب إليه سنة 1881 التعليم في معهد الدروس العليا في باريس ودام تعليمه في هذا المعهد مدّة عشر سنوات نشر خلالها عدة مقالات في مجلة Mémoires de la société des linguistes التي أصبح أمين سر مساعد فيها سنة 1882. عاد إلى بلده جنيف سنة 1891 حيث مارس التعليم في جامعتها إلى أن توفي سنة 1913. وقد درّس مادة الدراسات اللغوية المقارنة. الاّ اهتماماته بقضايا اللغة بصورة عامة، بدا ظاهرا إلى حدّ كبير في محاضراته. والجدير بالذكر أنه قام بسلسلة محاضرات في الألسنية العامة سنة 1906-1907 وسنة 1908-1909 وسنة 1910-1911. وهذه المحاضرات هي التي كوّنت كتاب « دروس في الألسنية العامة» الذي قام يجمع مواده بعد وفاته الألسنيان « بالي» C. Bally و« سشهاي» sechehaye اللذان كانا في عداد تلاميذه. [ميشال زكريا، الألسنية (علم اللغة الحديثة) المبادئ والأعلام، بيروت- لبنان: المؤسسة الجامعية للدراسات والنشر والتوزيع، 1983، ص 223-224].

[17] عبد القادر المهيري وآ خرون، أهم المدارس اللسانية، تونس : منشورات المعهد القومي لعلوم التربية، 1986، ص 5.

[18] محمد الصغير بناني، المرجع السابق، ص 59-60.

[19] نفس المرجع، ص 60.

[20] نفس المرجع، ص 61.

[21] ولد لويس هلمسليف سنة 1899، نشأ في عائلة تهتم بالدراسات العلمية. شغل والده منصب رئيس جامعة كوبنهاغن. التحق بهذه الجامعة سنة 1916 حيث انصرف إلى دراسة مؤلفات اللغوي الدانمركي « راسك» (1787-1832) أحد مؤسسي القواعد المقارنة. بدأ أبحاثه في إطار الدراسات البلطيقية ونال درجة الدكتوراه سنة 1932 على أطروحته « دراسات بلطيقية». امضى شهورا في فرنسا اتصل خلالها باللغويين « مايه» و « فاندريس» Vendryes بين سنتي 1926 و 1927. تعرَّّف خلال هذه المدَّة إلى مبادئ « دي سوسير» التي باتت المنطلق لنظريته الألسنية البنيانية. وتبدو نظريته هذه كنظام من القضايا الأوليةaxiomes التي تندرج، ضمنها مفاهيم « دي سوسير» الأساسية، عبر منهجية استنباطية دقيقة. وهو توفي سنة 1965. [ميشال زكريا، الألسنية (علم اللغة الحديثة) المبادئ والأعلام، بيروت- لبنان: المؤسسة الجامعية للدراسات والنشر والتوزيع، 1983، ص 246].

[22] محمد الصغير بناني، المرجع السابق، ص 65.

[23] نفس المرجع، ص 65.

[24] نفس المرجع، ص 66.

[25] نفس المرجع، ص 67.

[26] ولد رومان ياكوبسن سنة 1896، وهو تخصص في جامعة موسكو في القواعد المقارنة وفي فقه اللغة السلافية، أسس سنة 1915 مع بعض الطلاب « نادي موسكو الألسني» ، وساهم في وضع بعض النظريات الأدبية الحديثة. توجه سنة 1920 إلى براغ حيث شارك « تروبتسكوي» في وضع أسس الفونولوجيا البنيانية. أصدر سنة 1921 دراسة تناولت الشعر الروسي الحديث وقام بعدة دراسات حول الأوزان الشعرية التشيكية والروسية. شغل منصب نائب رئيس نادي براغ الألسني سنة 1938. وسنة 1941 سافر إلى الولايات المتحدة حيث درّس في « معهد الدروس العليا» في نيويورك في الفترة ما بين الأعوام 1942 و 1946. درّس أيضا في جامعة « كولومبيا» من سنة 1943 حتى سنة 1949 و في جامعة « هارفرد» من سنة 1949 حتى سنة 1957. و هو يدرِّس حاليا الألسنية العامة والألسنية السلافية في « معهد ماسشيوست التكنولوجي». [ميشال زكريا، الألسنية (علم اللغة الحديثة) المبادئ والأعلام، بيروت- لبنان: المؤسسة الجامعية للدراسات والنشر والتوزيع، 1983، ص 242].

[27] ولد اندري مارتيني سنة 1908 في مقاطعة السافوا Savoie في فرنسا. تخصص في اللغات الألمانية، يشتغل حاليا منصب مدير الدراسات الألسنية في « معهد الدروس العليا» في باريس كما يُدرِّس بصفة أستاذ في السوربون منذ سنة 1960. شارك في أعمال « نادي براغ الألسني» قبل أن يُدرِّس في جامعة الدانمرك وبعدها في جامعة كولومبيا في الولايات المتحدة. وهو منذ سنة 1948 أحد مديري المجلة الألسنية النيوركية «الكلمة» word وله مؤلفات عديدة في علم الفونولوجيا وفي الألسنية العامة. [ميشال زكريا، الألسنية (علم اللغة الحديثة) المبادئ والأعلام، بيروت- لبنان: المؤسسة الجامعية للدراسات والنشر والتوزيع، 1983، ص 252].

[28] عبد القادر المهيري وآ خرون، المرجع السابق، ص 40.

[29] نفس المرجع، ص 41.

[30] محمد الصغير بناني، المرجع السابق، ص 69-70.

[31] نفس المرجع، ص 70.

[32] نفس المرجع

[33] نفس المرجع، ص 70-71.

[34] نفس المرجع، ص 71.

[35] نفس المرجع، ص 72.

[36] ولد لينار بلومفيلد سنة 1887 وتوفي سنة 1949، وهو الذي أسس المجلة المتخصصة langage سنة 1924-25، كما كان أحد مؤسسي الجمعية اللسانية الأمريكية، ولم يكن منظرا في اللسانيات العامة فقط، بل كان رائدا في اللسانيات التطبيقية أيضا. (عبد العزيز حليلي، قضايا لسانية؛ السوسيولسانيات، التصريف، أقسام الكلام، فاس : أنفو برانت، 1999، ص 59).

[37] محمد الصغير بناني، المرجع السابق، ص 74-75.

[38] ولد نوام تشومسكي مؤسس النظرية التوليدية والتحويلية في مدينة فيلدلفيا في الولايات المتحدة الأمريكية سنة 1928، التحق بجامعة بنسلفانيا حيث تابع دروسه في مجالات الألسنية والرياضيات والفلسفة وحيث تتّبع دروس أستاذه الألسني زليغ هاريز(ألسني أمريكي يدرّس الألسنية في جامعة بنسلفانيا منذ سنة 1942)، حاز على الدكتوراه من هذه الجامعة بالرغم من أنه قائم، في الواقع بمعظم أبحاثه الأساسية عقب انتسابه إلى عضوية society of fellows » جمعية الرفاق« في جامعة هارفرد في الفترة ما بين 1951-1955، عيّن سنة 1955 أستاذا في معهد ماسشيوست التكنولوجي (M.I.T.)، ولا يزال يشغل هذا المنصب حتى يومنا هذا. [ميشال زكريا، الألسنية التوليدية والتحويلية و قواعد اللغة العربية (النظرية الألسنية)، بيروت-لبنان: المؤسسة الجامعية للدراسات والنشر والتوزيع، 1982، ص 9-10].

[39] جيفري سامبسُون، المدارس اللغوية؛ التطور والصراغ، ترجمة أحمد نعيم الكراعين، ط1، بيروت: المؤسسة الجامعية للدراسات والنشر والتوزيع، 1993، ص 134.

[40] جون ليونز، نظرية تشومسكي اللغوية، ترجمة وتعليق حلمي خليل، ط 1، الأسكندرية: دار المعرفة الجامعيّة، 1985، ص 29.

[41] محمد الصغير بناني، المرجع السابق، ص 76.

[42] نفس المرجع

[43] نفس المرجع، ص 77.

[44] نفس المرجع، ص 78

[45] نفس المرجع

[46] نفس المرجع، ص 80

[47] ولد زليغ س. هريس سنة 1909، تلقَّى علومه في جامعة بنسيلفانيا في الولايات المتحدة الأمريكية. نال درجة الدكتوراه على أثر تقدمه بأطروحة تناولت قواعد اللغة الفينيقية. يُدرِّس حاليا في جامعة بنسلفانيا منذ سنة 1942. وزَّع اهتماماته الألسنية بين اللغات السامية وبين اللغات الأميركو- هندية. إلاّ أن اهتماماته بهذه اللغات المتنوعة، مردّها إلى اهتمامات ألسنية نظرية، بحيث إنه يُحاول استخراج عناصر الوصف الألسني، ضمن إطار المنهجية البنيانية الحديثة، عبر تحليله لهذه اللغات. ونلاحظ في هذا المضمار، إنه يُطبّق منهجيته الوصفية على لغات متنوعة جدا. [ميشال زكريا، الألسنية التوليدية والتحويلية و قواعد اللغة العربية (النظرية الألسنية)، بيروت-لبنان: المؤسسة الجامعية للدراسات والنشر والتوزيع، 1982، ص 258].

[48] محمد الصغير بناني، المرجع السابق، ص 81.

[49] نفس المرجع

[50] نفس المرجع، ص 81-82.

[51] نفس المرجع، ص 82.

[52] نفس المرجع

[53] نفس المرجع، ص 82-83.