Saturday, December 27, 2008

Hijrah

HIJRAH : MOMENTUM KEBANGKITAN ISLAM

Oleh : KHOIRURRIJAL, S.Ag, M.A.


Tidak terasa, bulan demi bulan, tahun demi tahun-pun telah berlalu begitu cepatnya. Kaum Muslim kembali memasuki Tahun baru 1430 Hijrah.

Di Tanah Air, dalam beberapa tahun belakangan ini, Tahun Baru Hijrah acapkali diperingati oleh kaum Muslim, menandingi Tahun Baru Masehi yang sudah biasa diperingati secara semarak. Jadilah Tahun Baru Hijrah diisi dengan berbagai kegiatan keislaman yang tak kalah 'semarak'; mulai dari sekadar melakukan 'Malam Muhasabah' hingga menyelenggarakan 'Festival Muharram' yang antara lain diisi dengan nyanyian (nasyid) dan musik islami. Semua itu dilakukan oleh kaum Muslim dalam rangka menumbuhkan kecintaan mereka terhadap penanggalan tahun Islam, yakni Tahun Hijrah.

Definisi Hijrah

Secara literal, kata al-hijrah merupakan isim (kata benda) dari fi’il hajara, yang bermakna dlidd al-washl (lawan dari tetap atau sama). Bila dinyatakan “al-muhajirah min ardl ila ardl” (berhijrah dari satu negeri ke negeri lain); maknanya adalah “tark al-ulaa li al-tsaaniyyah” (meninggalkan negeri pertama menuju ke negeri yang kedua). [Imam al-Raziy, Mukhtaar al-Shihaah, hal. 690; Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 3, hal. 48]

Menurut istilah umum,

al-hijrah bermakna berpindah (al-intiqaal) dari satu tempat atau keadaan ke tempat atau keadaan lain, dan tujuannya adalah meninggalkan yang pertama menuju yang kedua. Adapun konotasi hijrah menurut istilah khusus adalah meninggalkan negeri kufur (daar al-Kufr), lalu berpindah menuju negeri Islam (daar al-Islaam).[Al-Jurjaniy, al-Ta'rifaat, juz 1, hal. 83] Pengertian terakhir ini juga merupakan definisi syar’iy dari kata al-hijrah.

Memaknai Tahun Baru Hijrah


Tahun Hijrah dalam sejarahnya bertitik tolak dari peristiwa Hijrah Nabi Muhammad saw. dari Makkah ke Madinah. Para ulama memahami bahwa Hijrah Nabi saw. itu merupakan satu titik baru pengembangan dakwah menuju kondisi masyarakarat yang lebih baik. Sebab, selama berdakwah di Makkah, Rasulullah saw. banyak mengalami kendala berupa tantangan dan ancaman dari masyarakatnya sendiri, kaum kafir Quraisy. Kondisi buruk itu terus berlangsung selama kurun waktu 13 tahun sejak Nabi Muhammad saw. menerima risalah kerasulan. Pada saat yang sama, di Madinah dakwah Rasul saw. mendapatkan sambutan yang cukup baik. Beliau pun melihat adanya peluang bagi tegaknya kekuasaan Islam di sana. Oleh karena itu, Nabi saw. pun—sesuai perintah Allah—melakukan hijrah; beliau meninggalkan tanah kelahirannya di Makkah menuju Madinah. Di Madinahlah Rasulullah saw. berhasil memantapkan dakwah Islam sekaligus menegakkan kekuasaan Islam dalam institusi Daulah Islamiyah.

Momentum Kebangkitan Islam

Adalah ironis, apabila umat Islam gagal memanfaatkan tahun baru Islam. Ini kerana, keberadaan tahun hijrah mempunyai konotasi kepada perkembangan Islam yang amat signifikan. Ia adalah detik permulaan era baru. Detik hijrahnya nabi ke Madinah yang akhirnya ditandai dengan lahirnya sebuah negara Islam. Kemudian, dari saat itulah Islam terus berkembang sampai saat ini.

Firman Allah s.w.t lewat surah an-Nahl ayat 41 yang bermaksud: “Dan orang-orang yang berhijrah kerena Allah, sesudah mereka dianiaya (ditindas oleh musuh-musuh Islam), Kami akan menempatkan mereka di dunia ini pada tempatnya yang baik,”

Sambutan tahun Hijrah mestilah difahami dari kaca mata yang Islam kehendaki. Bukan hanya dengan dendangan nasyid ataupun pengkisahan peristiwa Hijrah saja, akan tetapi yang lebih utama adalah mengerti maksud dan kehendak hijrah. Itulah roh atau semangat hijrah yang tidak akan padam hingga kini.

Hakikatnya hijrah mengandung arti : pengorbanan, keikhlasan, kekuatan, keyakinan dan keberanian. Hijrah juga mengandung unsur kebijaksanaan, perencanaan dan strategi; namun akhirnya meletakkan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Itulah dinamakan konsep usaha, doa dan tawakal.

Lama sebelum terjadinya hijrah, Nabi Muhammad SAW sudah mengatur strategi dengan penduduk Madinah. Beberapa kali perjanjian telah dibuat, sehinggalah nabi benar-benar meyakini kesanggupan mereka untuk menjadi ‘mitra kerja’ dan ‘pengikut’ yang setia. Kemudian, nabi mengatur kaedah paling baik dalam melaksanakan hijrah, sehingga mengaburkan pihak musuh.

Cuba kita fikirkan, para sahabat telah diminta berhijrah terlebih dahulu sedang nabi masih di rumahnya. Ia menyebabkan musuh-musuh memberikan tumpuan kepada nabi dan sekaligus tidak begitu mengganggu hijrah para sahabat. Kemudian, nabi juga merencanakan beberapa strategi lain. Siapakah yang akan tidur di tempat tidur nabi, siapa yang akan menjadi pemandu dan apakah kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi.

Sejarah mencatat, betapa keterlibatan anak muda seperti Ali bin Abu Talib dan Asma’ binti Abu Bakar, adalah bukti bahwa remaja adalah aset yang mampu menyumbang kepada kebangkitan Islam. Bahkan, keterlibatan seorang lelaki yang bukannya beragama Islam, Abdullah bin Uraiqit sebagai pemandu jalan, juga membuktikan Islam tidaklah memusuhi semua orang-orang bukan Islam. Bahkan mereka yang baik boleh diangkat sebagai kawan.

Begitu juga usaha nabi dan Abu Bakar, yang sengaja mengambil haluan ke arah selatan Mekah dan bukannya arah Utara sebagaimana biasa, kemudian menuju Tihama berdekatan pantai Laut Merah, adalah satu strategi untuk mengelabuhi musuh. Ia mampu menimbulkan perpecahan di kalangan musuh yang bertengkar dengan arah yang diambil oleh nabi. Ia menunjukkan, Islam mementingkan kebijaksanaan dalam rancangan.

Kini, umat Islam tidak perlu meraba-raba dalam mencari arah dan pedoman. Peristiwa hijrah yang berlaku lebih dari 1400 tahun itu, sudah menyediakan contoh kepada kita. Seandainya kita ingin maju, maka mulailah dengan rancangan yang baik. Namun rancangan yang baik, masih perlu didukung dengan pelaksanaan yang baik pula dari semua pihak dan juga harus disertai dengan do’a dan tawakkal kepada Allah SWT.

Umat Islam juga sewajarnya menobatkan Tahun Islam ini sebagai mukaddimah membaharui azam dan cita-cita. Apakah sepanjang tahun lalu sudah terealisasi segala azam dan cita-cita itu ataukah masih banyak bersifat angan-angan kosong belaka. Ini kerena, berkat keazaman dari Rasulullah SAW melaksanakan hijrah, maka kita mendapat kebaikannya hingga kini.

Di samping itu, hijrah juga menunjukkan Islam mampu menyatukan semua umat walaupun berbeda keturunan. Siapakah yang dapat menyangkal, hijrah telah menyatukan kaum Anshar dan Muhajirin:


"Dan
orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia," (al-Anfal: 74)

Jelaslah, hijrah mampu memberikan pedoman buat kita sepanjang zaman. Syaratnya, jika kita mau menggali makna hijrah yang hakiki. Jika tidak, hijrah hanya tinggal catatan sejarah belaka, tanpa memberikan perubahan yang signifikan dalam hidup dan kehidupan kita. Wallahu A’lamu bishowab.

No comments: